Showing posts with label teuku umar. Show all posts
Showing posts with label teuku umar. Show all posts

Wednesday, June 18, 2025

Kenangan Pahit Perwira Belanda Tentang Bilui

Foto: Pos Belanda di Biluy pada 1894/De Atjeh-Onsluten in 1896
Belanda boleh saja menduduki Darud Donya yang ditinggalkan. Namun, mereka tak pernah tenang dan leluasa untuk memperluas daerah kekuasaan. Mortir dan timah panas pasukan Aceh selalu mengintai serdadu Belanda. Rencong dan kelewang pun seakan tak sabar menikam dan menebas tubuh lawan yang tidak waspada.

Hal inilah yang dirasakan oleh seorang perwira Belanda ketika bertugas di Aceh pada kisaran tahun 1894. Kala itu, dia ditugaskan untuk mengamankan pembangunan pos militer Belanda di Bilui. Kisah itu kelak diterbitkan oleh Uitgave v. Nijgn & van Ditmar dalam buku berjudul "De Atjeh-Onsluten in 1896" atau "Kerusuhan Aceh Tahun 1896".

"Kami terus menerus mengalami masalah dengan Bilui, pos ditembaki tanpa henti dan pasukan bantuan dibombardir pada tanggal 25 Juni 1894. Pasukan bantuan sulit untuk membalasnya. Kampung antara Cot Gu dan Bilui telah diduduki dan diperkuat oleh pasukan jahat (pasukan Aceh), sehingga komunikasi dengan Bilui terputus."

Bilui yang dimaksud perwira Belanda itu merupakan Mukim Biluy, salah satu kawasan yang berada di Kecamatan Darul Kamal, Aceh Besar, Aceh saat ini. Hamparan sawah luas di muka pemukiman menjadi ciri khas perkampungan ini. Wilayah yang masih asri itu juga diadang oleh perbukitan di belakangnya.

Saturday, March 22, 2025

Dua Muka Teuku Umar: Teman Sekaligus Musuh Utama Belanda

AMPON UMAR adalah anak “badung” yang ingin dihukum oleh Belanda. Dia berkali-kali menipu Belanda dengan berpura-pura menjadi sahabat dan kemudian menikam mereka dari belakang. 

Kisah “kenakalan” Umar seperti itu banyak dicatat oleh Belanda, baik dari kalangan sarjana bahkan hingga tingkat prajurit yang pernah bersinggungan langsung dengan uleebalang dari pantai barat Aceh tersebut. Salah satunya adalah H. J. Schmidt, seorang marsose yang memiliki pengalaman luas dalam perang Aceh. 

“Dia telah berperang melawan kami selama bertahun-tahun dan berulang kali tunduk pada otoritas kami, hanya untuk melakukan pengkhianatan lagi ketika dia melihat peluang. Namun Jenderal Deijckerhoff menaruh keyakinan tak terbatas pada janji kesetiaannya. Untuk mendukung kekuasaan Teuku Umar, ia mengangkatnya menjadi Uleebalang Leupueng (XXV Mukim), yang penguasa aslinya telah dikalahkan; pelantikannya sebagai Panglima Prang Besar dilakukan pada bulan September 1893 (30 September 1893),” tulis H. J Schmidt dalam buku Marechausse In Atjeh: Herinneringen en Ervaringen van Den Eersten Luitenant en Kapitein van Het Korps Marechaussee van Atjeh en Onderhoorigheden

Meski tidak menyukai Teuku Umar, tetapi Schmidt mengakui peran penting uleebalang dari pantai barat Aceh tersebut telah membuat wilayah kekuasaan Belanda kian meluas, terutama di daerah Aceh Besar. Keberpihakan Umar kepada Belanda juga telah membuat mereka berhasil merebut kembali pos-pos terdepan di lini konsentrasi. H.J. Schmidt bahkan menyebut setelah Teuku Umar berpihak kepada mereka, maka sejak 1895 Belanda merasakan suasana damai setelah sekian lama mereka menginjakkan kaki di Aceh.

Friday, March 20, 2015

11 Februari 1899: Teuku Umar Tewas di Ujong Kala



"Beungoh singoh geutanyoe jep kupi di keude Meulaboh atawa ulon akan syahid (Besok pagi kita akan minum kopi di Meulaboh atau aku akan gugur)."

Kalimat itu tertulis di tugu Teuku Umar Meulaboh, diyakini sebagai kalimat terakhir yang diucapkannya sebelum akhirnya tewas di tangan Garnizun Belanda pada 11 Februari 1899, 26 tahun setelah perang Aceh-Belanda dimulai sejak Maret 1873.

Teuku Umar lahir sekitar tahun 1854. Ayahnya adalah Teuku Mahmud dan ibunya seorang adik raja Meulaboh. Leluhur Umar merupakan perantau dari Minangkabau yang datang ke Aceh pada abad 17.

Gelar Teuku diperoleh dari kakek Umar yang bernama Nanta Cih sebagai penghargaan atas jasanya membantu Sultan Alaiddin Syah dalam pertentangannya dengan Panglima Polim dan Sagi XXII. Dengan bantuan Nanta Cih itu Sultan mendapat kemenangan dan Nanta Cih diberi gelar Teuku yang diwariskan kepada anak-anak dan cucu-cucunya, antara lain Teuku Umar.

Tuesday, March 10, 2015

Teuku Umar Berbalik Arah Melawan Belanda karena Kecewa?

TANTANGAN perang dari Teungku Fakinah, pemimpin sukey (resimen) perempuan Kerajaan Aceh Darussalam bukan satu-satunya alasan Teuku Umar kembali melawan Belanda. Setelah pengkhianatannya terhadap kerajaan, Umar yang diberi julukan Johan Pahlawan dan mendapat kedudukan sebagai panglima besar oleh Belanda tersebut ternyata memendam rasa kecewa. Adalah H Mohammad Said yang mencatat kekecewaan Teuku Umar tersebut dalam bukunya Aceh Sepanjang Abad jilid II.

Wednesday, December 17, 2014

Saat Teuku Umar Ditantang Perang Tengku Fakinah

SALAH satu pejuang perempuan Aceh pernah menantang Teuku Umar Johan Pahlawan untuk berperang. Penyebabnya adalah membelotnya Teuku Umar ke kubu Belanda. Pejuang perempuan ini dikenal sebagai panglima perang Sukey Fakinah.

Namanya Tengku Fakinah, istri Tengku Ahmad, seorang ulama di Lampucok, Aceh Besar. Saat peperangan dengan Belanda, Tengku Ahmad syahid di medan perang. Hal inilah yang menjadi pemicu keterlibatan Tengku Fakinah dalam perang sabil.

Merujuk catatan sejarah yang ditulis Ali Hasjmy dalam bukunya Wanita Aceh dalam Pemerintahan dan Peperangan, disebutkan Tengku Fakinah pernah mengirim surat kepada Cut Nyak Dhien.