PENEMBAKAN jet tempur Rusia yang diklaim terbang di atas wilayah udara Turki di perbatasan Suriah memicu ketegangan diantara kedua belah pihak. Turki yang merupakan anggota NATO mengaku mereka telah melakukan hal tersebut untuk melindungi kedaulatan negaranya. Sementara Russia mengklaim, pesawat tempur mereka tidak melewati perbatasan Turki dan masih berada di Suriah.
Jika menilik catatan sejarah, konflik antara Turki dengan Russia bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, pada tahun 1853, pernah terjadi perang besar antara Turki Usmani dengan beberapa negara melawan Rusia. Perang itu dikenal dengan perang Crimea. Perang panjang ini menelan korban ratusan ribu tentara dari kedua belah pihak.
Jika menilik catatan sejarah, konflik antara Turki dengan Russia bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, pada tahun 1853, pernah terjadi perang besar antara Turki Usmani dengan beberapa negara melawan Rusia. Perang itu dikenal dengan perang Crimea. Perang panjang ini menelan korban ratusan ribu tentara dari kedua belah pihak.
"Tokoh Florence Nightingale, pelopor perawat dunia, muncul dan terkenal dalam perang ini. Leo Tolstoy sempat merekam pahitnya perang ini dan kejadian pengepungan kota Sevastopol (Siege of Sevastopol) disusun dalam karya berjudul The Sebastopol Sketches," ujar Munawar Liza Zainal, mantan Wali Kota Sabang seperti dikutip oleh salah satu kolektor manuskrip Aceh, Tarmizi A Hamid, kepada portalsatu.com, Minggu, 29 November 2015.
Perang besar tersebut ternyata mempunyai hubungan dengan Kerajaan Aceh Darussalam pada masa itu. Aceh disebut-sebut juga terlibat dalam perang Crimea bersama Kerajaan Inggris, Kerajaan Sardinia, dan Prancis. Aceh saat itu merupakan vatsal Turki di Asia Tenggara.
"Ketika perang Crimea dimulai pada 1853, Sultan Alauddin Ibrahim Mansur Syah, Sultan Aceh yang memerintah secara de facto dari 1838, dan secara formal dari 1857 sampai 1870, mengirimkan bantuan kepada Sultan Abdul Medjit dari Turki sebesar 10.000 Dollar Spanyol. Ini merupakan bentuk dukungan dan sokongan rakyat Aceh kepada Turki," kata Munawar Liza.
Bantuan yang diberikan oleh Kerajaan Aceh Darussalam ini memperkuat pengaruh Turki di Asia Tenggara. Aceh yang menjadi negara Islam terbesar di Selat Malaka, diperkenankan mengibarkan bendera Turki di setiap kapal dagang dan armada perangnya. Selain itu, Aceh juga mendapat bintang atau penghargaan tertinggi yang disebut Mejidie oleh Turki.
Kisah perang Crimea ini kemudian disebar melalui syair dan hikayat yang membangkitkan semangat dukungan kepada Turki di Asia Tenggara kala itu.
Hal senada disampaikan oleh sejarawan Unsyiah, Teuku Abdullah atau dikenal TA Sakti. Dia membenarkan ada beberapa hikayat yang menyebutkan peranan Aceh dalam perang Crimea.
"Mengenai hal itu juga disebutkan dalam buku Memetakan Masa Lalu Aceh yang ditulis oleh Anthony Reid, R. Michaelle Feener, dan Patrick Daly," katanya.
Buku ini diterbitkan oleh Pustaka Laraasan di Jakarta pada 2011 lalu.
TA Sakti mengatakan pada masa itu, Turki diibaratkan seperti Uni Soviet pada masa perang dingin melawan Blok Barat.
"Turki saat itu kuat. Sehingga banyak negara-negara Islam, termasuk Aceh, menyatu di dalam imperium Turki Utsmany. Selain Aceh, ada juga kerajaan-kerajaan Islam di Afrika yang turut membantu armada perang Turki di perairan," kata TA Sakti.
Menurut TA Sakti, referensi lainnya yang menyebutkan peranan Aceh dalam membantu Turki juga bisa dilihat dalam Hikayat Meukuta Alam. "Disertasi Imran T Abdullah, orang Aceh juga," katanya.
TA Sakti mengatakan atas peranannya tersebut yang membuat Aceh turut disegani oleh kekuatan barat pada masa itu.
"Turki memiliki jaringan yang kuat dan disegani oleh dunia pada masa itu. Aceh menjadi salah satu bagiannya yang menyebabkan negara-negara barat tidak bisa mencaplok kerajaan ini. Namun setelah Turki melemah akibat berperang dengan Portugis dan perang Crimea, Aceh kemudian menjadi sasaran di Malaka, hingga kemudian Belanda ikut memerangi Aceh," katanya.[]
Perang besar tersebut ternyata mempunyai hubungan dengan Kerajaan Aceh Darussalam pada masa itu. Aceh disebut-sebut juga terlibat dalam perang Crimea bersama Kerajaan Inggris, Kerajaan Sardinia, dan Prancis. Aceh saat itu merupakan vatsal Turki di Asia Tenggara.
"Ketika perang Crimea dimulai pada 1853, Sultan Alauddin Ibrahim Mansur Syah, Sultan Aceh yang memerintah secara de facto dari 1838, dan secara formal dari 1857 sampai 1870, mengirimkan bantuan kepada Sultan Abdul Medjit dari Turki sebesar 10.000 Dollar Spanyol. Ini merupakan bentuk dukungan dan sokongan rakyat Aceh kepada Turki," kata Munawar Liza.
Bantuan yang diberikan oleh Kerajaan Aceh Darussalam ini memperkuat pengaruh Turki di Asia Tenggara. Aceh yang menjadi negara Islam terbesar di Selat Malaka, diperkenankan mengibarkan bendera Turki di setiap kapal dagang dan armada perangnya. Selain itu, Aceh juga mendapat bintang atau penghargaan tertinggi yang disebut Mejidie oleh Turki.
Kisah perang Crimea ini kemudian disebar melalui syair dan hikayat yang membangkitkan semangat dukungan kepada Turki di Asia Tenggara kala itu.
Hal senada disampaikan oleh sejarawan Unsyiah, Teuku Abdullah atau dikenal TA Sakti. Dia membenarkan ada beberapa hikayat yang menyebutkan peranan Aceh dalam perang Crimea.
"Mengenai hal itu juga disebutkan dalam buku Memetakan Masa Lalu Aceh yang ditulis oleh Anthony Reid, R. Michaelle Feener, dan Patrick Daly," katanya.
Buku ini diterbitkan oleh Pustaka Laraasan di Jakarta pada 2011 lalu.
TA Sakti mengatakan pada masa itu, Turki diibaratkan seperti Uni Soviet pada masa perang dingin melawan Blok Barat.
"Turki saat itu kuat. Sehingga banyak negara-negara Islam, termasuk Aceh, menyatu di dalam imperium Turki Utsmany. Selain Aceh, ada juga kerajaan-kerajaan Islam di Afrika yang turut membantu armada perang Turki di perairan," kata TA Sakti.
Menurut TA Sakti, referensi lainnya yang menyebutkan peranan Aceh dalam membantu Turki juga bisa dilihat dalam Hikayat Meukuta Alam. "Disertasi Imran T Abdullah, orang Aceh juga," katanya.
TA Sakti mengatakan atas peranannya tersebut yang membuat Aceh turut disegani oleh kekuatan barat pada masa itu.
"Turki memiliki jaringan yang kuat dan disegani oleh dunia pada masa itu. Aceh menjadi salah satu bagiannya yang menyebabkan negara-negara barat tidak bisa mencaplok kerajaan ini. Namun setelah Turki melemah akibat berperang dengan Portugis dan perang Crimea, Aceh kemudian menjadi sasaran di Malaka, hingga kemudian Belanda ikut memerangi Aceh," katanya.[]
mohon izin lon sher. beh..
ReplyDelete