Showing posts with label aceh. Show all posts
Showing posts with label aceh. Show all posts

Wednesday, April 3, 2019

Orangutan Hope Akhirnya Divonis Buta

Hope mengalami kebutaan karena terkena
peluru di dua bola matanya | Foto: YEL-SOCP
NYAWA HOPE, orangutan yang ditembus 74 peluru senapan angin di Subulussalam, Aceh, berhasil diselamatkan. Namun, dua bola matanya tak lagi bisa dipergunakan. Orangutan Sumatera dewasa ini divonis buta dan terpaksa menjalani sisa hidupnya di fasilitas Orangutan Haven–yang saat ini masih dalam proses pembangunan.

“Hope tidak akan dapat dilepasliarkan lagi di alam, mengingat kondisinya yang buta total di kedua matanya akibat peluru,” ungkap Supervisor Rehabilitasi dan Reintroduksi untuk YEL-SOCP, drh Citrakasih Nente, Senin, 18 Maret 2019.

Hope merupakan Orangutan Sumatera yang berhasil diselamatkan petugas dari Desa Bunga Tanjung Kecamatan Sultan Daulat, Minggu 10 Maret 2019 lalu. Kendati selamat, tetapi Hope harus kehilangan anaknya yang baru berusia satu bulan karena malnutrisi.

Kondisi Hope begitu tragis. Selain bahunya patah terbuka, di sekujur tubuhnya juga terdapat 74 peluru. Tak hanya itu, kantong udara (air sac) Hope juga robek.

Kisah Satu Biduk Dua Nahkoda di MAA

RUANG berpintu kaca itu terbuka. Ada satu unit pelamin berwarna kuning dipadupadan merah di dalamnya. Di pelaminan tersebut terletak sebuah tulisan: Aceh Singkil. Sementara di depannya, satu set meja kerja berwarna coklat muda tertata rapi bersamaan dengan sejumlah berkas di atasnya. Inilah pemandangan sekilas ruang kerja Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) yang terlihat pada Selasa, 19 Maret 2019 pagi.

Ruangan itu terlihat kosong. Tidak ada seorang pun ada di sana kala popularitas.com menyambangi ke lokasi. Informasi yang diterima dari petugas keamanan MAA, diketahui Plt Ketua MAA Saidan Nafi sedang menggelar rapat tertutup dengan seseorang. “Ada rapat di lantai atas. Cuma berdua saja,” kata petugas keamanan tersebut tanpa mau memberitahukan nama.

Dia juga memberitahukan bahwa Badruzzaman Ismail juga telah berkantor. “Dia berkantor di ruang bawah,” kata pria itu lagi.

Seperti diketahui, beberapa waktu lalu Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Aceh Nova Iriansyah melantik Saidan Nafi sebagai Plt Ketua MAA. Pelantikan tersebut belakangan menuai polemik. Apalagi MAA baru saja melangsungkan Musyawarah Besar (Mubes) dan memilih kembali Badruzzaman Ismail sebagai ketua.

Friday, August 31, 2018

Mencari Jejak Jepang di Bukit Anoi Itam

ADA tiga struktur yang saya lihat di kawasan itu. Struktur ini lebih mirip lubang dibandingkan kamar. Setiap lubang memiliki satu pintu untuk masuk dan keluar. Selebihnya adalah ruang kosong berukuran 1,5x1,5 meter.

Struktur-struktur ini juga dilengkapi dengan satu lubang bentuk persegi panjang. Dari balik lubang, kita dapat melihat hamparan laut di sekitar Anoi Itam. Ya, Anoi Itam wilayah timur Pulau Weh, Aceh. Benteng ini berada tepat di jalan Ujong Kareung.

Struktur-struktur ini belakangan disebut Benteng Anoi Itam. Padahal, di masa pembuatannya, struktur-struktur ini merupakan gudang senjata tentara Jepang. Selain itu, struktur ini juga dimanfaatkan sebagai pos militer pemantau jalur Selat Malaka di masa perang Pasifik.

Informasi yang saya telusuri dari situs resmi dinas kebudayaan menyebutkan benteng ini dibangun antara tahun 1942-1945.

Mapesa Temukan Tembok Diduga Bekas Istana Kerajaan Aceh Darussalam

MASYARAKAT Peduli Sejarah Aceh (Mapesa) menemukan jejak reruntuhan yang diduga bekas tembok istana Darud Donya di kawasan Krueng Daroy, Banda Aceh.

Jejak tersebut berupa batu persegi sepanjang kurang lebih 60-80 centimeter yang bersusun sepanjang aliran sungai tersebut.

"Sejauh ini baru dugaan," ungkap Ketua Mapesa, Mizuar Mahdi, Minggu (12/8/2018).

Dia mengatakan dugaan susunan batu tersebut sebagai bekas tembok istana Darud Donya, diperkuat dengan gambar dan peta yang pernah dibuat Belanda di abad-19.

"Material yang terlihat tampaknya benar. Ini adalah bagian-bagian dari bekas struktur Dalam (istana) Sultan," kata Mizuar lagi, tanpa menyebutkan seberapa panjang tembok tersebut.

Sunday, November 19, 2017

Para Cuak dalam Agresi Militer Belanda di Aceh

Ilustrasi Perang Aceh
SULTAN DELI saat itu telah berganti. Kebijakan politik pun berubah dari menolak pengaruh asing dengan mengakui Belanda. Adalah Sultan Mahmud yang "berjasa besar" memberikan Belanda kekuasaan di Deli saat itu. 

Sultan Mahmud yang menggantikan Sultan Usman bersedia menandatangani perjanjian politik dengan Belanda pada 22 Agustus 1862. Dengan demikian, maka Belanda pun mendapat kesempatan menggunakan wilayah ini menjadi batu loncatan. Hal ini pula yang membuat kekuatan pertahanan Aceh terus terdesak.

Saturday, December 5, 2015

Crimea, Saat Aceh Membantu Turki Melawan Russia

PENEMBAKAN jet tempur Rusia yang diklaim terbang di atas wilayah udara Turki di perbatasan Suriah memicu ketegangan diantara kedua belah pihak. Turki yang merupakan anggota NATO mengaku mereka telah melakukan hal tersebut untuk melindungi kedaulatan negaranya. Sementara Russia mengklaim, pesawat tempur mereka tidak melewati perbatasan Turki dan masih berada di Suriah.

Jika menilik catatan sejarah, konflik antara Turki dengan Russia bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, pada tahun 1853, pernah terjadi perang besar antara Turki Usmani dengan beberapa negara melawan Rusia. Perang itu dikenal dengan perang Crimea. Perang panjang ini menelan korban ratusan ribu tentara dari kedua belah pihak.

Monday, August 10, 2015

Saat Sultan Aceh Hendak Menyerang Belanda di Tanah Jawa

KEKUATAN Belanda yang meluas setelah berhasil menaklukkan kerajaan-kerajaan di Jawa dan sebagian Sumatera membuat Sultan Manshur Syah dari Kerajaan Aceh Darussalam geram. Sultan yang dalam beberapa referensi sejarah disebutkan berkuasa pada 1850-an ini kemudian mengirimkan surat kepada Kekhalifahan Turki Utsmany.

Dalam surat tersebut, Sultan Manshur Syah meminta izin Kekhalifahan Turky di bawah kepemimpinan Sultan Abdul Majid Khan ibnul Marhum Sultan Mahmud Khan untuk menyerang Belanda yang sudah menguasai Batavia (Jakarta).

….Ampun Tuanku sembah ampun, ampun beribu kali ampun, patik anak amas Tuanku, Sultan Manshur Syah ibnul Marhum Sultan Jauharul ‘Alam Syah memohon ampun ke bawah qadam Duli Hadarat yang maha mulia, yaitu Sultan Abdul Majid Khan ibnul Marhum Sultan Mahmud Khan. Syahdan, patik beri maklumlah ke bawah qadam Duli Hadarat, adapun karena patik sekarang ini sangatlah masygul (?) dan serta kesukaran karena sebab Negeri Jawa dan Negeri Bugis dan Negeri Bali dan Negeri Borneo dan Negeri Palembang dan Negeri Minangkabau sudahlah dihukumkan oleh orang Belanda, dan sangatlah susah segala orang yang Muslim, lagi sangatlah kekurangan daripada agama Islam karena sebab keras orang kafir Belanda itu.

Menakar Struktur Bangunan Kuta Di Anjong; Benteng Atau Kuta?

TULISAN ini merupakan tinjauan awal tentang struktur Kuta Di Anjong sebagai hasil observasi yang dilakukan pada Minggu 3 Mei 2015 yang lalu. Rekonstruksi bentuk dan fungsi struktur bangunannya akan dibandingkan dengan pembahasan sekilas perbentengan masa Kesultanan Aceh di kawasan yang sama, Ladong-Krueng Raya.

Langkah ini ditempuh dengan pertimbangan bahwa struktur diperkirakan berasal dari periode yang sama berdasarkan gaya bangunan dan teknologi. Sebagai tinjauan awal diharapkan ada tindak lanjut penelitian arkeologi lebih sistematis untuk mendapatkan bahan-bahan baru yang dapat menjelaskan bentuk dan fungsinya.

Penamaan struktur sebagai Kuta Di Anjong berasal dari penyebutan yang dikenal masyarakat setempat. Saat tulisan ini disusun, belum ditemukan sumber-sumber historis yang dapat dihubungkan dan dapat menjelaskan keberadaannya struktur yang disebut ‘kuta’ tersebut.

Monday, March 9, 2015

Setelah Keureutoe Dipimpin Pang Nanggroe

RUMPUT setinggi lutut orang dewasa tumbuh subur di sekeliling Kompleks Makam Pang Nanggroe dan Pang Lateh yang terletak di Desa Pante, Kecamatan Lhoksukon, Aceh Utara. Jika musim penghujan, lantai makam biasanya tergenang air karena bumbung kanan makam yang terlalu kecil.

Pemerintah Kabupaten Aceh Utara telah memugar kompleks makam ini pada 1992 lalu. Sebelumnya, cungkup makam hanya terbuat dari papan dan seng. Kini cungkup makam dua pahlawan Aceh tersebut telah disulap dengan bangunan permanen dan dilengkapi pagar besi berwarna biru. Pagar juga diberi jaring oleh juru kunci agar tidak masuk hewan ternak yang banyak berseliweran di areal makam. Di depan dan belakang kedua makam itu juga terdapat beberapa kuburan lainnya. Di belakang kompleks makam tersebut ada pabrik padi.

Makam ini diapit lokasi bongkar muat SPSI Lhoksukon Express serta rumah warga di sisi kanan dan kirinya. Lokasi makam mudah dijangkau. Jaraknya tak jauh dari pusat pertokoan Kota Lhoksukon. Jalan masuknya melewati kantor pos setempat. Sedikit belokan ke arah kiri tanggul sekitar 50 meter dari kantor pos. Kompleks makam Pang Nanggroe dan Pang Lateh tidak banyak berubah dari tahun ke tahun. Hanya saja, kini di sekitar jalan masuk makam telah dipagar bambu oleh warga setempat untuk ditanami pohon cabai. Sedangkan di depan kompleks juga terlihat berjejer kandang ayam milik warga.

Sunday, March 8, 2015

Wasiat Sultan Aceh; The Aceh Code

KERAJAAN Aceh pernah berjaya di perairan nusantara berkat perdagangan ekspor lada. Hal tersebut berlangsung lama hingga akhirnya Aceh menjadi primadona lada bagi seluruh dunia kala itu.

Kejayaan tersebut tentu saja tidak serta merta terjadi dengan sendirinya. Namun kejayaan ini tegak setelah Sultan Ali Mughayat Syah menginstruksikan Dasar Kerajaan Aceh yang wajib dipatuhi oleh seluruh rakyat.

Merujuk catatan Tan Sri Sanusi Junid dalam blog pribadinya diketahui Sultan Aceh telah menetapkan 21 kewajiban untuk rakyatnya agar bisa mencapai kejayaan. Ia memberinya judul 21 Wasiat Sulthan Aceh-The Aceh Code yang dikutip dari manuskrip "Wasiat Sultan Aceh". Manuskrip ini ditemukan di perpustakaan Universiti Kebangsaan Malaysia yang berisi petunjuk kepada pemimpin-pemimpin Aceh dan diterbitkan pada Ahad, 12 Rabi'ul Awwal 913 Hijriah atau bersamaan 23 Juli 1507.

Friday, March 6, 2015

Sejarah Ekspor Aceh di Masa Awal Perdagangan Dunia

Herodotus, ahli sejarah Yunani adalah orang pertama yang membuat peta dunia pada 450 Sebelum Masehi. Dalam peta tersebut, ia menggambarkan dunia berakhir di India merujuk pada ekspansi Alexander the Great yang hanya berhasil mencapai sungai Indus.

Peta dunia kemudian diperbaiki oleh nahkoda Yunani yang tidak dikenal namanya. Ia membuat semacam buku penuntun yang dinamai Feriplus Maris Erythraea atau petunjuk pelayaran laut India pada awal abad 1 Masehi. Ia menjelaskan lintasan perdagangan yang terjadi masa itu antara Mesir dan India, pelabuhan-pelabuhan yang dijumpai di tengah perjalanan laut dan barang-barang yang diperjualbelikan antar negara.

Namun keterangannya mengenai Chryse atau wilayah yang ada di timur hanya diperolehnya dari catatan-catatan orang India dan penduduk sungai Gangga. Berdasarkan catatan nahkoda Yunani tersebut, diketahui Chryse adalah satu negeri yang menghasilkan penyu terbaik di lautan Hindia. Jika dituju lebih jauh ke timur maka akan dijumpai pulau besar Thinae, tempat pengumpulan sutera dari Thin.

Cerita Ganja Aceh, Belanda dan Portugis

UPAYA penelitian ganja di Indonesia merupakan kemajuan dan sesuatu yang baik. Apalagi tumbuhan yang masuk dalam ranah narkotika ini sangat banyak tersebar di Aceh. Hal ini diungkapkan sejarawan Aceh, Rusdi Sufi, saat ditemui tim Lingkar Ganja Nusantara (LGN) di Kerkhoff, Banda Aceh, Jumat 26 September 2014 lalu.

Rusdi Sufi turut menceritakan asal usul ganja yang kini banyak tersebar di Aceh. Berdasarkan sejumlah referensi, katanya, ada dua pendapat soal penyebaran ganja di Aceh.

"Ada pendapat yang mengatakan bahwa ganja dibawa ke Aceh oleh para pelaut Eropa. Pendapat tersebut saat ini mendominasi opini publik terutama di media-meda sosial," ujar Rusdi Sufi, seperti dikutip Peter Dantovski dari LGN melalui siaran persnya, Selasa, 14 Oktober 2014.

Di sisi lain, katanya, ada juga yang berpendapat cannabis sativa merupakan tumbuhan asli Aceh. "Ada banyak versi yang mengatakan bahwa bangsa Aceh telah sejak sangat lampau memanfaatkan ganja sebagai bumbu masakan maupun sebagai obat," kata Rusdi Sufi.

Wednesday, December 17, 2014

Van Daalen Larang Pers Beritakan Perang Aceh

TIGA puluh empat tahun peperangan Belanda di Aceh telah menyebabkan banyaknya korban yang tewas di kedua belah pihak. Belanda yang ingin menguasai Sumatera secara utuh terus menerus mendatangkan bala tentaranya ke Aceh hingga berhasil merebut Darud Donya dan menangkap Sultan Aceh terakhir, Muhammad Daud Syah.

Namun invasi militer yang dilakukan Belanda kerap berujung masalah bagi negeri Kincir Angin tersebut. Penguasa di tanah jajahan pun sering bertindak di luar instruksi Amsterdam yang mengakibatkan kerugian secara moral dan materiil bagi negara tersebut.

Mohammad Said dalam bukunya Aceh Sepanjang Abad, menyebutkan banyak peristiwa yang tidak biasa terjadi di Aceh dengan mudah dapat dipergunakan oleh para pejuang untuk memperhebat semangat penduduk. Bahkan, van Daalen, salah satu perwira militer di Kutaraja (Banda Aceh) diisukan akan dipecat karena tidak mampu mematahkan perlawanan pasukan Aceh.

Saat Teuku Umar Ditantang Perang Tengku Fakinah

SALAH satu pejuang perempuan Aceh pernah menantang Teuku Umar Johan Pahlawan untuk berperang. Penyebabnya adalah membelotnya Teuku Umar ke kubu Belanda. Pejuang perempuan ini dikenal sebagai panglima perang Sukey Fakinah.

Namanya Tengku Fakinah, istri Tengku Ahmad, seorang ulama di Lampucok, Aceh Besar. Saat peperangan dengan Belanda, Tengku Ahmad syahid di medan perang. Hal inilah yang menjadi pemicu keterlibatan Tengku Fakinah dalam perang sabil.

Merujuk catatan sejarah yang ditulis Ali Hasjmy dalam bukunya Wanita Aceh dalam Pemerintahan dan Peperangan, disebutkan Tengku Fakinah pernah mengirim surat kepada Cut Nyak Dhien.

Sunday, October 26, 2014

Menyibak Ranah Legenda di Ujung Sumatera

"The golden age of Acheh in which the mohammedan law prevailed or in wich the Adat Meukuta Alam may be regarded as the fundamental law of the kingdom, belongs to the realm of legend." (Masa keemasan Aceh, hukum Islam berlaku atau disebut dengan Adat Meukuta Alam. Hukum ini mungkin dianggap sebagai hukum dasar kerajaan, milik ranah legenda).

Begitulah peneliti Belanda Snouck Hougronje menyebut tentang era Kerajaan Aceh dalam bukunya The Achehnese yang versi terjemahannya terbit pada 1906. Namun, pernyataan Snouck terbantah oleh sebuah penelitian yang dilakukan peneliti Perancis Denys Lombard berjudul Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636).

Lahir di Perancis pada 1938, Lombard sudah lama memendam rasa penasaran akan nama besar Sultan Iskandar Muda. Pada 1967, setelah menelusuri sejumlah catatan sejarah tentang Aceh dan Iskandar Muda, ia menyelesaikan penelitiannya. Lombard menyelisik sejumlah dokumen, buku-buku lawas, hingga manuskrip yang tersimpan di sejumlah museum di luar negeri.

Sunday, October 12, 2014

Bendera Merah Putih Pertama Kali Berkibar di Langsa

Pengibaran Bendera Merah Putih era Proklamasi Indonesia
REPUBLIK Indonesia memperingati Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober. Penetapan tersebut menyusul adanya insiden yang menamakan Gerakan 30 September 1965 (G30S) yang menculik dan membunuh enam Jendral serta satu kapten sebagai upaya kudeta.

Gerakan ini berhasil diatasi otoritas militer Indonesia pada 1 Oktober 1965. Sejak itu, pemerintah Orde Baru menetapkan 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila.

Sementara di Aceh, khususnya warga Langsa memiliki makna penting pada tanggal 1 Oktober. Pasalnya, pada 1 Oktober 1945, warga Langsa pertama kali mengibarkan bendera Merah Putih dan mengakui kemerdekaan Republik Indonesia yang diproklamirkan oleh Soekarno pada 17 Agustus 1945.