Friday, March 6, 2015

Sejarah Ekspor Aceh di Masa Awal Perdagangan Dunia

Herodotus, ahli sejarah Yunani adalah orang pertama yang membuat peta dunia pada 450 Sebelum Masehi. Dalam peta tersebut, ia menggambarkan dunia berakhir di India merujuk pada ekspansi Alexander the Great yang hanya berhasil mencapai sungai Indus.

Peta dunia kemudian diperbaiki oleh nahkoda Yunani yang tidak dikenal namanya. Ia membuat semacam buku penuntun yang dinamai Feriplus Maris Erythraea atau petunjuk pelayaran laut India pada awal abad 1 Masehi. Ia menjelaskan lintasan perdagangan yang terjadi masa itu antara Mesir dan India, pelabuhan-pelabuhan yang dijumpai di tengah perjalanan laut dan barang-barang yang diperjualbelikan antar negara.

Namun keterangannya mengenai Chryse atau wilayah yang ada di timur hanya diperolehnya dari catatan-catatan orang India dan penduduk sungai Gangga. Berdasarkan catatan nahkoda Yunani tersebut, diketahui Chryse adalah satu negeri yang menghasilkan penyu terbaik di lautan Hindia. Jika dituju lebih jauh ke timur maka akan dijumpai pulau besar Thinae, tempat pengumpulan sutera dari Thin.


“Dengan menyebut penyu terbaik itu, timbul rekaan bahwa orang yang membuat penangkapan penyu itu untuk hidupnya adalah panduduk Sumatera, karena pulau inilah yang berada di lautan Hindia dan yang terdekat ke barat,” tulis H. Mohammad Said dalam bukunya Aceh Sepanjang Abad.

Dugaan H. Mohammad Said tersebut berpijak pada potensi alam di Sumatera yang memiliki habitat penyu terbesar di lautan Hindia. Masih menurut catatan nahkoda Yunani tersebut, diketahui banyak penduduk dari perbatasan Thin datang ke Chryse.

Ilmuwan barat telah menobatkan penysun buku petunjuk Feriplus ini sebagai peretas jalan untuk mengenal kepulauan Indonesia, yang menghasilkan kekayaan alam berupa hasil bumi seperti rempah-rempah.

Tujuh puluh lima tahun setelah nahkoda Yunani menyusun buku petunjuk tersebut, Ptolemaeus, seorang ahli ilmu bumi Yunani lainnya menjadi orang pertama yang memperkenalkan Nusantara dan Semenanjung Melayu. Ptolemaeus tinggal di Alexandria, suatu pelabuhan besar zaman dulu di Mesir. Pelabuhan ini memiliki peranan dalam lintas perdagangan antar bangsa.

Buku karya Ptolemaeus yang terkenal tersebut berjudul Geographike Uplehesis, berupa ilmu bumi dunia yang lengkap dengan peta-petanya. Pada bab ke tujuh, Ptolemaeus membicarakan kepulauan dan semenanjung bagian Asia Tenggara. Ia memperkenalkan “Aurea Chersonesus” atau “Pulau Emas”. Pulau ini terletak di bagian paling timur.

“Dalam peta itu, Ptolemaeus menempatkan sebuah pulau bernama Yabadiou, suatu nama yang mirip dengan nama Yawadwipa, beberapa abad lebih dulu dalam kakawin Hindu Ramayana,” tulis H. Mohammad Said lagi.

Ia menduga Ptolemaeus yang tinggal di Alexandria telah mendapat informasi dari saudagar-saudagar yang berdatangan ke wilayah tersebut yang berperan sebagai kota pelabuhan perantara (entrepot) untuk laut tengah, terutama Romawi, Mesir, Yunani, Perancis, dan Spanyol dengan saudagar-saudagar Arab dari Arab Selatan. Komoditi perdagangan yang berasal dari timur telah didatangkan oleh saudagar Arab dari Barygaza atau dari pantai-pantai lain di India.

“Suatu kemungkinan dapat diperhitungkan yakni bahwa barang-barang yang dibeli atau diangkut dari Barygaza, sebagiannya berasal dari pantai utara pulau Sumatera atau di Aceh,” tulis Mohammad Said.

Dugaan ini merujuk pada perkembangan masa itu, dimana Aceh telah terlibat perdagangan antar pulau seperti Kalimantan, Sulawesi atau Bugis, Maluku, Jawa maupun Palembang. Mohammad Said menduga Aceh saat itu telah menjadi pelabuhan perdagangan perantara dengan dunia luar.

“Atau bisa jadi orang luar yang mengadakan kontak dengan pelabuhan Aceh sendiri karena yang terpenting komoditi ekspor dewasa itu adalah lada, kapur barus, emas maupun perak. Semua ini dapat disuplai oleh pelabuhan Aceh,” kata Mohammad Said.

Ia lantas kembali merujuk catatan Ptolemaeus dalam buku Geographike Uplehesis. Di dalam buku tersebut menyebutkan kota pelabuhan Jabadiou banyak menghasilkan emas dan sangat subur. Kota ini terletak di bagian paling barat. Ptolemaeus mencatat daerah ini dengan nama Argyre atau Kota Perak.

“Dapat diperhitungkan bahwa Argyre tersabut dimaksudkan Banda Aceh atau di sekitar situ. Moens pun memperhitungkan demikian,” tulis Mohammad Said.[]

No comments:

Post a Comment