Friday, March 6, 2015

Saat Habib Abdurrahman Menyerah pada Belanda

BELANDA terus menerus mengirimkan serdadunya dalam skala besar untuk menumbangkan kedaulatan Kerajaan Aceh Darussalam. Keberhasilan Belanda merebut Darud Dunia tidak serta merta membuat Aceh takluk. Banyak perlawanan terus bergelora di Aceh Besar, Pedir, Pasai, Daya, dan Meulaboh.

Van Der Heijden memperluas wilayahnya dengan menyerbu Seuneulop, Aneuk Bate, markas Panglima Polem di Aneuk Galong dan terakhir markas Habib Abdurrahman di Montasik.

"Walaupun Montasik jatuh, perlawanan diteruskan. Dalam mempertahankan tempat-tempat mereka pihak Aceh tidak mundur begitu saja walaupun menghadapi kekuatan jauh lebih besar," tulis Mohammad Said dalam bukunya Aceh Sepanjang Abad.


Menurut Mohammad Said, pasukan Aceh masih memberikan perlawanan terhadap Belanda sehingga van Der Heijden kembali menyerang Tjot Glumpang, Tjot Lepung, Lamkrak, Sibreh dan Pantai Karang. Pasukan Habib Abdurrahman terus terdesak oleh gerakan Belanda hingga Lhong I atau Pasar Sibreh.

Di Lhong I, banyak pasukan Habib yang tewas. Melihat gelagat tidak baik, Habib Abdurrahman ikut membaringkan diri di tumpukan jenazah rekan seperjuangannya dan berpura-pura mati. Belanda yang kemudian menyisir lokasi tersebut tidak mengetahui salah satu pemimpin tertinggi Aceh itu masih hidup.

Habib berhasil menyingkir dari Lhong I setelah malam dan langsung mencari tempat persembunyian. Ia kemudian bertemu kembali dengan pasukannya yang selamat.

Kegagalan mempertahankan markasnya membuat Habib kecut. Ia ragu untuk meneruskan perjuangan mempertahankan kedaulatan Kerajaan Aceh Darussalam. Akhirnya secara diam-diam dia mengirimkan utusan kepada van der Heijden dan menyatakan ingin takluk asal Belanda bersedia memenuhi syarat yang diajukannya. Surat itu bertanggal 3 September 1878.

Beberapa syarat yang dimintanya adalah kebebasan dan tidak dianggap sebagai tawanan perang, Belanda memberikan Habib dan 400 pengikutnya untuk memilih negeri Arab sebagai tempat tinggal, Habib mendapatkan pensiun 10 ribu dolar setahun hingga mati, dan Belanda bersedia mengantar Habib ke negeri Arab sebagai tamu kehormatan.

Permintaan tersebut dipenuhi van Der Heijden. Pasalnya dalam struktur pemerintahan Kerajaan Aceh Darussalam, Habib adalah tokoh penting Aceh yang tidak boleh dianggap sebelah mata. Apalagi jika Habib menyerah maka peperangan akan segera berakhir.

Hubungan rahasia tersebut terus berlangsung hingga sebulan lamanya hingga akhirnya kedua belah pihak sepakat untuk berdamai. Habib Abdurrahman dengan 20 pengikutnya kemudian berangkat ke benteng Anak Galung pada 13 Oktober 1878. Di sana telah menunggu kepala staf dan asisten residen Belanda.

Dua jam kemudian dia diantar ke Kutaraja dengan konvoi 2 kompi tentara Belanda. Pukul 14.00 hari itu juga rombongan sudah tiba di Kutaraja. Van Der Heijden yang sudah lama menunggu momen tersebut mengadakan upacara pernyataan dan menerima Habib menaklukkan diri.

Besoknya van Der Heijden mengeluarkan perintah harian (dagorder) kepada serdadunya untuk menyatakan sukses dan terimakasihnya. Namun dia turut mengingatkan bahwa perang kolonial belumlah selesai.[]

No comments:

Post a Comment