SAAT membaca sejarah Aceh abad 16 hingga abad 18 bagaimana bayangan Anda tentang pakaian yang dikenakan penduduknya saat itu? Beberapa orang justru secara spontan akan menjawab pakaian tradisional Aceh adalah kupiah meukutob, kain songket, baju dan celana berwarna hitam yang terbuat dari kain blacu atau jenis kain lainnya. Selain itu, pakaian orang Aceh juga dilengkapi dengan rencong di pinggangnya.
Namun tidak semua orang-orang
Aceh berpakaian lengkap dengan baju adat terutama masyarakat kelas bawah yang
bukan keluarga istana. Lantas bagaimana pakaian orang Aceh tempo dulu?
Mengenai gaya hidup dan adat
kebiasaan orang Aceh ini pernah ditulis oleh Denys Lombard dalam bukunya
Kerajaan Aceh Zaman Iskandar Muda. Denys adalah salah satu peneliti sejarah
dari Prancis. Dalam tulisan yang diterbitkan pada 1967 ini, Denys Lombard telah
mencoba membuat suatu analisa terhadap sejarah Aceh tidak hanya berdasarkan
pada orientasi Eropa yang banyak dianut oleh sarjana Barat. Namun Lombard telah
mencobanya dengan melihat dari "dalam" yakni orientasi Asia.
Denys Lombard mengulas sedikit
banyak keterangan tentang gaya hidup orang Aceh. Salah satunya dari keterangan
Peter Mundy, seorang pengelana Eropa yang datang ke Aceh pada 1637. Dia
menggambarkan, orang-orang Aceh secara umum terbuat dari belacu biru dari jenis
yang paling bagus dan warnanya merah lembayung.
Menurut Peter Mundy, orang-orang
Aceh memakai serban yang diikat seperti gulungan di atas kepala mereka dengan
sedemikian rupa hingga ujung kepalanya tidak tertutup. "Seperti yang
dipakai anak-anak gadis kita kalau menjunjung kenceng susu mereka," kutip
Denys Lombard berdasarkan catatan perjalan Peter Mundy.
Sementara di pundak, orang-orang
Aceh memakai baju atau rompi dengan lengan yang lebarnya bukan alang kepalang
(with monstrous wide sleeves) dan yang ketat di pergelangan. Sebuah
"lunghee" yang melilit pinggang, pedang panjang di sisi, kurang lebih
seperti caranya di India Selatan, yang bergantung pada sabuk yang
diselempangkan.
"Mereka juga memakai keris
semacam pisau belati (rencong). Semua laki-laki mencukur bibir atas dan
dagunya. Semuanya jalan tanpa alas kaki dari raja sampai pengemis yang paling
kere," tulis Denys Lombard lagi mengutip keterangan Peter Mundy.
Namun gaya berpakaian orang-orang
Aceh sangat berbeda dari catatan perjalanan Dampier, salah satu penjelajah dan
ahli navigasi Eropa lainnya yang datang ke Aceh pada 1688. Dampier memberi
lukisan, pria Aceh memakai kupiah yang pas di kepala. Kupiah ini terbuat dari kain
wol yang diwarnai merah atau warna lain dan yang bentuknya seperti topi tanpa
tepi.
"Mereka memakai celana
pendek dan orang bangsawan memakai sepotong kain sutera yang longgar di atas
pundak, tetapi orang kecil telanjang dari pinggang ke atas. Mereka juga tidak
memakai kaos kaki atau sepatu dan hanyalah yang kaya-kaya yang memakai semacam
sandal," tulis Lombard mengutip Dampier.
Selain keterangan Denys Lombard
tersebut, PDIA juga telah pernah mempublish bagaimana orang-orang Aceh
berpakaian pada masa kerajaan dulu melalui foto. Gambar orang-orang Aceh
tersebut kemudian dicetak dalam buku Perang Kolonial Belanda di Aceh. Berikut
gambaran orang-orang Aceh tempo dulu dan pakaiannya:
mantap gan jadi inget masa2 kakek ane dlu pake pakaian adat item putih gitu fotonya
ReplyDeleteTrimakasih sharingnya. Artikel yg bagus untuk memuaskan rasa penasaran atas aceh tempo dulu
ReplyDelete