SALAH satu dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Ar Raniriy, Banda Aceh, Hermansyah telah berhasil mendigitalisasi ribuan manuskrip kuno baik dari Aceh maupun luar Aceh. Teranyar, Herman mengaku berhasil mendigitalisasi naskah Mujarabat dan Astronomi koleksi Museum Aceh pada 15 Januari 2015 lalu.
"Kalau secara pribadi hanya
30 kitab yang sudah saya digitalisasi. Namun kalau secara jamak saya sudah
mendigitalisasi 4.000 kitab sejak 2010 yang didalamnya ada koleksi pribadi,
milik masyarakat, koleksi museum baik dari Aceh, Padang, Jakarta, Malaysia dan
Belanda," ujar Herman kepada ATJEHPOST.co, Selasa, 10 Februari 2015.
Ia mengatakan salah satu kitab
yang sudah didigitalisasi adalah karangan kitab Durr al-Faraid Li Syarh
al-'Aqaid karangan Nuruddin Ar Raniry. "Kitab ini berisi tentang tauhid
dan tasawuf," ujar filologis lulusan UIN Syarif Hidayatullah ini.
Selain itu, Hermansyah juga telah
berhasil mendigitalisasi kitab Burahmah Filtib Wal Hikmah yang membahas ilmu
kesehatan koleksi Ali Hasjmy, naskah tabir gempa koleksi Ali Hasjmy dan Tarmizi
A Hamid, hikayat-hikayat Aceh, serta kitab Tibyan Fii Makrifatil Al Adiyan yang
berisi tentang teologi karangan Nuruddin Ar Raniry.
"Kitab terakhir itu adalah
rujukan tesis S2 saya. Di dalamnya menceritakan tentang aliran-aliran sesat
yang pernah berkembang di Aceh," katanya.
Hermansyah mengaku banyak
mendigitalisasi kitab-kitab Aceh berusia tua. Namun sayangnya Herman tidak bisa
menjabarkan secara rinci kitab-kitab tersebut saat dihubungi ATJEHPOST.co.
"Banyak kitab-kitab tua yang
sudah saya digitalisasi. Namun saya lupa judul-judulnya, salah satu yang saya
ingat itu Durr al Faraid karangan Nuruddin Ar Raniry. Kitab ini ditulis pada
1641 Masehi," kata Herman.
Peneliti dan pengkaji manuskrip
berbahasa Aceh, Jawi dan Arab ini mengaku telah merogoh koceknya dalam-dalam
untuk mendigitalisasi naskah tua secara sukarela. Sesekali, Herman turut
dibantu oleh karibnya, Irfan M Nur, untuk memotret naskah tersebut menggunakan
kamera resolusi tinggi.
"Seringnya sendiri, pakai
kamera pocket milik pribadi. Sesekali kalau dapat dana penelitian mengajak
Irfan," katanya.
"Saya tergerak untuk menjaga
warisan leluhur ini untuk generasi mendatang. Apalagi banyak naskah yang rusak
parah akibat dimakan rayap, terutama yang dikoleksi masyarakat. Sementara
Pemerintah Aceh belum memiliki perhatian untuk hal ini," ujarnya
mengungkapkan alasan kerap mendigitalisasi naskah tua.
Saat ditanya tentang kesulitan
mendigitalisasi naskah-naskah tersebut, Herman mengatakan, "paling masalah
pendanaan. Kesulitan lain belum ada, terutama bagaimana cara mendapatkan
naskah-naskah tersebut. Yang penting saya menjaga kepercayaan kolektor naskah
agar dipercayakan untuk mendigitalisasi manuskrip tanpa mengharapkan imbalan
apapun, karena saya juga bergerak dengan sukarela."[]
No comments:
Post a Comment