Friday, March 20, 2015

Cerita Hermansyah, 'Penjaga' Manuskrip Kuno di Aceh


SALAH satu dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Ar Raniriy, Banda Aceh, Hermansyah telah berhasil mendigitalisasi ribuan manuskrip kuno baik dari Aceh maupun luar Aceh. Teranyar, Herman mengaku berhasil mendigitalisasi naskah Mujarabat dan Astronomi koleksi Museum Aceh pada 15 Januari 2015 lalu.

"Kalau secara pribadi hanya 30 kitab yang sudah saya digitalisasi. Namun kalau secara jamak saya sudah mendigitalisasi 4.000 kitab sejak 2010 yang didalamnya ada koleksi pribadi, milik masyarakat, koleksi museum baik dari Aceh, Padang, Jakarta, Malaysia dan Belanda," ujar Herman kepada ATJEHPOST.co, Selasa, 10 Februari 2015.

Ia mengatakan salah satu kitab yang sudah didigitalisasi adalah karangan kitab Durr al-Faraid Li Syarh al-'Aqaid karangan Nuruddin Ar Raniry. "Kitab ini berisi tentang tauhid dan tasawuf," ujar filologis lulusan UIN Syarif Hidayatullah ini.


Selain itu, Hermansyah juga telah berhasil mendigitalisasi kitab Burahmah Filtib Wal Hikmah yang membahas ilmu kesehatan koleksi Ali Hasjmy, naskah tabir gempa koleksi Ali Hasjmy dan Tarmizi A Hamid, hikayat-hikayat Aceh, serta kitab Tibyan Fii Makrifatil Al Adiyan yang berisi tentang teologi karangan Nuruddin Ar Raniry.

"Kitab terakhir itu adalah rujukan tesis S2 saya. Di dalamnya menceritakan tentang aliran-aliran sesat yang pernah berkembang di Aceh," katanya.

Hermansyah mengaku banyak mendigitalisasi kitab-kitab Aceh berusia tua. Namun sayangnya Herman tidak bisa menjabarkan secara rinci kitab-kitab tersebut saat dihubungi ATJEHPOST.co.

"Banyak kitab-kitab tua yang sudah saya digitalisasi. Namun saya lupa judul-judulnya, salah satu yang saya ingat itu Durr al Faraid karangan Nuruddin Ar Raniry. Kitab ini ditulis pada 1641 Masehi," kata Herman.

Peneliti dan pengkaji manuskrip berbahasa Aceh, Jawi dan Arab ini mengaku telah merogoh koceknya dalam-dalam untuk mendigitalisasi naskah tua secara sukarela. Sesekali, Herman turut dibantu oleh karibnya, Irfan M Nur, untuk memotret naskah tersebut menggunakan kamera resolusi tinggi.

"Seringnya sendiri, pakai kamera pocket milik pribadi. Sesekali kalau dapat dana penelitian mengajak Irfan," katanya.

"Saya tergerak untuk menjaga warisan leluhur ini untuk generasi mendatang. Apalagi banyak naskah yang rusak parah akibat dimakan rayap, terutama yang dikoleksi masyarakat. Sementara Pemerintah Aceh belum memiliki perhatian untuk hal ini," ujarnya mengungkapkan alasan kerap mendigitalisasi naskah tua.

Saat ditanya tentang kesulitan mendigitalisasi naskah-naskah tersebut, Herman mengatakan, "paling masalah pendanaan. Kesulitan lain belum ada, terutama bagaimana cara mendapatkan naskah-naskah tersebut. Yang penting saya menjaga kepercayaan kolektor naskah agar dipercayakan untuk mendigitalisasi manuskrip tanpa mengharapkan imbalan apapun, karena saya juga bergerak dengan sukarela."[]

No comments:

Post a Comment