Ilustrasi pasukan Marsose dalam formasi bertahan. Sumber foto: KITLV/Tropen Museum |
PAYA Reubee menjadi tempat strategis bagi Belanda untuk memenangkan perang di sebagian kawasan Pidie. Lokasi dengan bentang alam berawa ini berada di suatu bagian yang tercatat masuk dalam V Mukim Reubee--yang di dalamnya berdiri beberapa perkampungan penduduk seperti Gampong Reubee, Beuah, Hagoh, dan Peudaya. Keseluruhan pemukiman penduduk ini bercokol tak jauh dari rawa yang menjadi tempat penting bagi pejuang Aceh melakukan serangan-serangan gerilya terhadap patroli Belanda.
Paya Reubee juga menjadi basis para pejuang untuk melakukan sabotase terhadap pelintasan kereta api jalur Sigli dan Padang Tiji. Belanda yang sudah menguasai beberapa titik daratan milik Sultan Aceh sudah lama berhajat untuk menghancurkan pertahanan pejuang di rawa-rawa ini.
Keberadaan markas para pejuang Aceh di Paya Reubee turut mendapat sokongan dari penduduk setempat. Mereka mendapat perbekalan dan informasi terkait kedatangan musuh. Hal inilah yang membuat Belanda sukar sekali menaklukkan Paya Reubee yang wilayahnya sulit untuk dilalui tanpa harus diketahui oleh lawan tersebut.
Namun, Belanda berhasil mengumpulkan informasi terkait keberadaan para pejuang Aceh di sekitar Paya Reubee berkat bantuan seorang imam mukim. Sosok yang tidak disebutkan namanya ini digambarkan sebagai seseorang yang opportunis sehingga berhasil mengecoh kedua kubu yang bertikai. Di satu sisi, sosok ini membantu para pejuang Aceh melawan Belanda. Namun, di sisi lain, sosok imum mukim tersebut telah bersumpah setia kepada Belanda seperti dicatat H. M. Said dalam bukunya Aceh Sepanjang Abad.
Dari informasi yang disodorkan imum mukim itulah Belanda akhirnya mengepung Paya Reubee pada 20 Januari 1901. Berkekuatan dua kompi prajurit KNIL di-back up Marsose, Belanda menggunting pertahanan pejuang Aceh di Paya Reubee. Satu kompi pasukan Belanda dipimpin Kapten L.J. Schroder, sementara kompi lainnya dipimpin oleh Kapten D.A. de Voogt.
Pertempuran di Paya Reubee berlangsung alot. Butuh sehari bagi Belanda untuk menembus pertahanan pejuang Aceh di lokasi ini. Setelah mengerahkan kekuatannya, pasukan Aceh berhasil dipukul mundur. Selain itu, pertempuran ini juga merenggut nyawa beberapa pimpinan pejuang sepeti Pang Lam Beurah, Teungku Mak Usen Pendaya dan Pang Gemito.
"Ulama Teungku Di Krueng yang memimpin perlawanan totalnya ketika itu mendapat luka-luka, tapi dapat diselamatkan dari sergapan Belanda," tulis H. M Said.
Belanda merayakan kemenangannya hari itu. Namun, kegembiraan itu hanya berlangsung sesaat lantaran pejuang Aceh yang telah mengevakuasi Teungku Di Krueng kembali menyerang pada malam harinya. Dalam pertempuran di gelap malam itu, Belanda harus mundur dengan membakar pondok-pondok serta bangunan pertahanan pejuang Aceh yang ada di Paya Reubee.