The crew of SS Nisero. @malaysiaflyingherald.wordpress.com |
Kondisi ini dimanfaatkan dengan
baik oleh Teuku Imam Muda. Dia menjarah isi kapal uap SS Nisero dan menyandera
awak kapalnya. Sedikitnya, 18 warga Inggris menjadi tahanan, selebihnya
merupakan warga Belanda, Jerman, Italia, Amerika, Norwegia dan China. Teuku
Imam Muda merupakan salah satu tokoh di Teunom yang dikenal memiliki harga diri
tinggi, kemauan keras dan saleh. Dia dihormati oleh penduduk setempat sebagai
pemimpin di daerah tersebut.
Teuku Imam pernah kehilangan 300
prajuritnya saat melawan Belanda di Aceh Besar, Februari 1874. Sejak itu, dia
bersumpah tidak akan menyerah kepada Belanda dan giat melakukan aksi
perlawanan. Namun keadaan berubah pada Maret 1877. Sosok pemimpin yang dikenal
gigih ini menyerah kepada Belanda dengan taktik menjual lada yang sudah
menumpuk hingga 20 ribu pikul. Penyerahan diri Teuku Imam juga dipicu oleh rasa
irinya terhadap saingan yang juga musuh-musuhnya. Imam akhirnya mengambil kesimpulan
untuk mengakhiri blokade laut Belanda agar ekspor lada dapat berlanjut.
Penyerahan diri Imam ini tidak
serta merta diakui oleh Belanda. Bahkan dirinya dituding menjadi dalang
penyerangan pos Belanda yang dilakukan oleh kelompok Bubun, Woyla dan Meulaboh
pada Oktober 1882. Konfrontasi pun terjadi ketika Belanda bersama musuh-musuh
Teuku Imam di Meulaboh membalas dendam dan menghancurkan pelabuhan utama di
Bubun pada 13 Desember 1882.
Belanda memblokade semua
pelabuhan Teuku Imam untuk mengucilkan Teunom dari perdagangan. Wilayahnya juga
ditembaki oleh peluru-peluru meriam dari kapal-kapal perang Belanda. Aksi
inilah yang kemudian memicu Teuku Imam untuk menyandera kapal uap SS Nisero.
Dia menuntut agar pelabuhan dan perdagangan lada dibuka serta pencabutan
blokade laut disertai pembukaan kembali pelabuhan bebas di Teunom.
Surat tuntutan ini dibawa
langsung oleh utusan Teuku Imam kepada van Langen di Meulaboh dan langsung
diteruskan kepada Gubernur Aceh Laging Tobias. Sebelumnya, Tobias memberikan
wewenang kepada van Langen untuk menawarkan hadiah NLF. 100 ribu sebagai
tebusan membebaskan awak kapal dengan asumsi sebagai gantinya, uang itu akan
kembali secara paksa dari hasil ekspor Teunom begitu awak kapal dibebaskan.
Tobias juga menyarankan van
Langen untuk menggunakan jasa Edouard Roura sebagai penengah. Sebab pedagang
asal Prancis ini sangat dekat dengan Teuku Imam. Roura kembali ke daerah itu
sejak Oktober 1882 karena mendapat tugas dari pemerintah Prancis melakukan
penelitian di Aceh.
Atas saran ini, van Langen
menemui Roura di Bubun yang saat itu sedang bersama Teuku Yit (alias Said
Hassan) pedagang swasta yang juga sangat akrab dan berpengaruh pada Teuku Imam.
Dalam pertemuan itu, mereka sepakat untuk menemui Teuku Imam di Teunom dan
Belanda menawar akan membuka pelabuhan untuk perdagangan dan uang tunai NLF100
ribu.
Pertemuan Roura, Said dan Teuku
Imam berlangsung di Teunom pada 30 November. Dari hasil perundingan itu, Teuku
Imam memberikan persyaratan: pembebasan sandera. Isinya antara lain, pembebasan
awak kapal dapat dilakukan hanya dengan imbalan berupa jaminan dari Kosul Inggris
di Aceh bahwa semua pelabuhan di Teunom akan dibebaskan untuk selama-lamanya
dari berbagai aturan pembatasan perdagangan termasuk aksi blokade. Belanda juga
harus membayar 300 ribu dolar sebagai ganti rugi kerusakan Teunom akibat
dibombardir oleh kapal perang. Tuntutan yang melibatkan Inggris merupakan
langkah diplomasi yang jempolan dan menjadi masalah internasional.[] bersambung...
No comments:
Post a Comment