Saturday, January 11, 2014

Pembalasan Teunom


The crew of SS Nisero. @malaysiaflyingherald.wordpress.com
KAPAL uap SS Nisero milik Inggris berlayar di lepas pantai barat sekitar Teunom Aceh Barat, 8 November 1883. Kapal yang dinahkodai oleh Kapten Woodhouse dalam perjalanan kembali ke Inggris ini membawa ratusan karung gula dari pelabuhan Surabaya. Malam belum lagi larut ketika kapal dihantam badai dan hujan keras serta gelombang menyeret bahtera ini ke daratan. Nahkoda bersama 29 anak buah kapal kandas di muara sungai dekat Panga, sekitar 40 mil bagian utara Meulaboh.
 
Kondisi ini dimanfaatkan dengan baik oleh Teuku Imam Muda. Dia menjarah isi kapal uap SS Nisero dan menyandera awak kapalnya. Sedikitnya, 18 warga Inggris menjadi tahanan, selebihnya merupakan warga Belanda, Jerman, Italia, Amerika, Norwegia dan China. Teuku Imam Muda merupakan salah satu tokoh di Teunom yang dikenal memiliki harga diri tinggi, kemauan keras dan saleh. Dia dihormati oleh penduduk setempat sebagai pemimpin di daerah tersebut. 


Teuku Imam pernah kehilangan 300 prajuritnya saat melawan Belanda di Aceh Besar, Februari 1874. Sejak itu, dia bersumpah tidak akan menyerah kepada Belanda dan giat melakukan aksi perlawanan. Namun keadaan berubah pada Maret 1877. Sosok pemimpin yang dikenal gigih ini menyerah kepada Belanda dengan taktik menjual lada yang sudah menumpuk hingga 20 ribu pikul. Penyerahan diri Teuku Imam juga dipicu oleh rasa irinya terhadap saingan yang juga musuh-musuhnya. Imam akhirnya mengambil kesimpulan untuk mengakhiri blokade laut Belanda agar ekspor lada dapat berlanjut. 

Penyerahan diri Imam ini tidak serta merta diakui oleh Belanda. Bahkan dirinya dituding menjadi dalang penyerangan pos Belanda yang dilakukan oleh kelompok Bubun, Woyla dan Meulaboh pada Oktober 1882. Konfrontasi pun terjadi ketika Belanda bersama musuh-musuh Teuku Imam di Meulaboh membalas dendam dan menghancurkan pelabuhan utama di Bubun pada 13 Desember 1882.

Belanda memblokade semua pelabuhan Teuku Imam untuk mengucilkan Teunom dari perdagangan. Wilayahnya juga ditembaki oleh peluru-peluru meriam dari kapal-kapal perang Belanda. Aksi inilah yang kemudian memicu Teuku Imam untuk menyandera kapal uap SS Nisero. Dia menuntut agar pelabuhan dan perdagangan lada dibuka serta pencabutan blokade laut disertai pembukaan kembali pelabuhan bebas di Teunom.

Surat tuntutan ini dibawa langsung oleh utusan Teuku Imam kepada van Langen di Meulaboh dan langsung diteruskan kepada Gubernur Aceh Laging Tobias. Sebelumnya, Tobias memberikan wewenang kepada van Langen untuk menawarkan hadiah NLF. 100 ribu sebagai tebusan membebaskan awak kapal dengan asumsi sebagai gantinya, uang itu akan kembali secara paksa dari hasil ekspor Teunom begitu awak kapal dibebaskan.

Tobias juga menyarankan van Langen untuk menggunakan jasa Edouard Roura sebagai penengah. Sebab pedagang asal Prancis ini sangat dekat dengan Teuku Imam. Roura kembali ke daerah itu sejak Oktober 1882 karena mendapat tugas dari pemerintah Prancis melakukan penelitian di Aceh.

Atas saran ini, van Langen menemui Roura di Bubun yang saat itu sedang bersama Teuku Yit (alias Said Hassan) pedagang swasta yang juga sangat akrab dan berpengaruh pada Teuku Imam. Dalam pertemuan itu, mereka sepakat untuk menemui Teuku Imam di Teunom dan Belanda menawar akan membuka pelabuhan untuk perdagangan dan uang tunai NLF100 ribu.

Pertemuan Roura, Said dan Teuku Imam berlangsung di Teunom pada 30 November. Dari hasil perundingan itu, Teuku Imam memberikan persyaratan: pembebasan sandera. Isinya antara lain, pembebasan awak kapal dapat dilakukan hanya dengan imbalan berupa jaminan dari Kosul Inggris di Aceh bahwa semua pelabuhan di Teunom akan dibebaskan untuk selama-lamanya dari berbagai aturan pembatasan perdagangan termasuk aksi blokade. Belanda juga harus membayar 300 ribu dolar sebagai ganti rugi kerusakan Teunom akibat dibombardir oleh kapal perang. Tuntutan yang melibatkan Inggris merupakan langkah diplomasi yang jempolan dan menjadi masalah internasional.[] bersambung...

No comments:

Post a Comment