Thursday, June 12, 2014

Mencari Jejak Aceh di Brunei Darussalam

KESULTANAN Brunei Darussalam beberapa waktu lalu mengumumkan menjadi negara Asia Tenggara pertama yang bakal menerapkan hukum Islam di semua lini. Negara didominasi muslim melayu ini bakal meng-Islamkan pengadilannya. Mendenda dan menghukum penjara atas kejahatan-kejahatan seperti hamil di luar nikah, tidak salat Jumat, dan menyebarkan agama lain untuk fase awal.

Jika merujuk sejarah, berdasarkan catatan Tiongkok dan orang Arab menunjukkan kerajaan Brunei Darussalam awalnya berada di muara Sungai Brunei pada awal abad ke-7 atau ke-8. Kerajaan itu memiliki wilayah yang cukup luas meliputi Sabah, Brunei dan Sarawak yang berpusat di Brunei.


Kesultanan Brunei juga merupakan pusat perdagangan dengan China. Kerajaan awal ini pernah ditaklukkan oleh Sriwijaya yang berpusat di Sumatera pada awal abad ke-9 Masehi dan seterusnya menguasai Borneo (Kalimantan) utara dan gugusan kepulauan Filipina.

Kerajaan ini juga pernah menjadi taklukan (vazal) Kerajaan Majapahit yang berpusat di pulau Jawa. Pada awal abad ke-15, Kerajaan Malaka di bawah pemerintahan Parameswara telah menyebarkan pengaruhnya dan kemudian mengambil alih perdagangan Brunei.

Perubahan ini menyebabkan agama Islam tersebar di wilayah Brunei oleh pedagangnya pada akhir abad ke-15. Kejatuhan Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511, telah menyebabkan Sultan Brunei mengambil alih kepimpinan Islam dari Malaka.

Sehingga Kesultanan Brunei mencapai zaman kegemilangannya dari abad ke-15 hinga abad ke-17 sewaktu memperluas kekuasaannya ke seluruh pulau Borneo dan ke Filipina di sebelah utaranya.

Di masa yang sama, Kerajaan Aceh Darussalam telah berjaya di Selat Malaka dan masih mampu membendung pengaruh barat di Sumatera. Peranan dua kerajaan tersebut dalam mempertahankan Islam di tanah Melayu inilah yang menandakan adanya hubungan sejarah yang kuat.

Dalam sebuah literatur menyebutkan adanya hubungan antara Kesultanan Brunei Darussalam dengan Kerajaan Aceh Darussalam. Hal tersebut dilatarbelakangi adanya kesamaan budaya dan agama serta menyatakan diri sebagai negara bagian kekhalifan yang ada di Turki.

"Saya rasa, Brunei juga memiliki hubungan dengan Aceh. Namun kita tidak pernah fokus menggali hubungan sejarah ini," ujar salah satu dosen sejarah FKIP Unsyiah, T. Abdullah Sakti kepada ATJEHPOSTcom, Kamis, 1 Mei 2014.

Dugaan adanya hubungan sejarah ini, kata T. Abdullah, merujuk kepada pemakaian Qanun Meukuta Alam oleh Kesultanan Brunei. "Sultan Hasan dari Brunei, secara terang-terangan menyatakan ia mengambil pedoman pemerintahannya dari naskah Adat Mahkota Alam Aceh," katanya.

Menurut T. Abdullah, hal ini baru saja diketahuinya saat mencari isi lengkap qanun tersebut di berbagai referensi. "Akhirnya saya menemukan catatan Ali Hasjmy berjudul Kebudayaan Aceh dalam Sejarah yang menyebutkan Brunei mengadopsi Qanun Meukuta Alam milik Kerajaan Aceh," ujarnya.

Dengan memakai qanun tersebut, kata dia, otomatis setiap hukum dan ilmu tata negara yang dimiliki Brunei berkiblat ke Aceh.

"Bahkan qanun itu masih dipakai hingga sekarang meski kita semua tidak menyadarinya. Jadi dalam hal ini, saya rasa memang ada keterkaitan antara Brunei dengan Aceh. Apakah itu dari hubungan diplomasi politik masa kerajaan atau dalam rangka penyebaran agama Islam. Ini perlu dikaji dan diteliti secara khusus," katanya.

Seperti diketahui, Qanun Meukuta Alam merupakan salah satu produk hukum yang lahir di masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda abad 16. Di dalamnya mengupas tentang hukum syariat Islam dan aturan-aturan yang berlaku untuk masyarakat Aceh.

Qanun ini juga membahas tata cara memilih raja, cara membayar upah pejabat negara, hukum dagang, posisi rakyat di dalam kerajaan dan lain-lain. Qanun Meukuta Alam menjadi asas hukum Kerajaan Aceh Darussalam setelah wafatnya Sultan Iskandar Muda.

***

KENDATI Aceh berada di Sumatera dan Brunei Darussalam di Kalimantan, namun keduanya memiliki adat dan budaya yang nyaris sama. Demikian disampaikan kolektor manuskrip Aceh Tarmizi A. Hamid yang kerap bertandang ke negeri Sultan Hasanah Bolkiah tersebut, Jumat, 2 Mei 2014.

"Aceh dengan Brunei tidak jauh berbeda, baik dari segi permainan rakyat seperti gasing dan budaya-budaya lainnya seperti peusijuk, kenduri dan adat memasuki rumah baru," katanya kepada ATJEHPOSTcom.

Menurutnya, Brunei Darussalam sangat identik dengan Aceh dan bisa disebutkan juga mengadopsi adat istiadat yang sama dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Kehidupan masyarakatnya, kata dia, juga tidak terlepas dengan hukum Islam yang sudah mendarah daging selama berabad-abad.

"Ciri khas lainnya yaitu mereka sangat santun dalam menjalankan kehidupannya dan ini berbeda dengan negara lainnya. Meskipun ada juga warga negara lain yang santun, tapi memang sangat berbeda dengan Brunei Darussalam," tuturnya.

Selain itu, Tarmizi A. Hamid mengatakan orang-orang Brunei Darussalam sangat menghormati orang Aceh yang datang ke sana. "Inilah yang perlu dikaji apakah memang Aceh memiliki hubungan sejarah dengan Brunei Darussalam," katanya.[]

No comments:

Post a Comment