GEDUNG Bank Indonesia (BI) Perwakilan Aceh yang terletak di Jalan Cut Mutia Kota Banda Aceh dinilai layak menjadi salah satu situs sejarah. Berada di tepian Krueng Aceh, gedung megah bercat putih tersebut dibangun pada 2 Desember 1918 oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Biro arsitek terkemuka di Hindia Belanda, N.V. Architecten-Ingenieurs Bureau Hulswit en Fermont te Weltevreden en Ed. Cuypers te Amsterdam prakarsa Eduard Cuypers (1859-1927) dan Marius J. Hulswit bersama A.A. Fermont pada 1910, menjadi perancang yang memenangkan proyek tersebut. Gedung ini semula berfungsi sebagai De Javasche Bank, milik pemerintah Hindia Belanda.
De Javasche Bank sendiri didirikan pada 29 Desember 1826 oleh Raja Willem I, dan baru beroperasi penuh pada 24 Januari 1828.
Arsitektur gedung De Javasche Bank, yang tidak hanya ada di Banda Aceh ini, memiliki desain serupa antarsatu sama lain. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan balustrade, barisan horisontal dari tiang-tiang yang disatukan dengan penghubung kayu atau bahan lain di atap bangunan. Sementara bagian tengah, biro arsitek tersebut menambahkan cupola yang cukup besar dengan jendela kaca di ke empat sisinya.
Langgam Neo-Klasik yang diselaraskan dengan iklim tropis jelas terlihat dari struktur bangunan tersebut.
Gedung De Javasche Bank yang berada di tepi kali itu lalu beralih fungsi menjadi Bank Indonesia, kala Aceh menyatakan diri berada di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Berada di dekat landscape Banda Aceh, Krueng Aceh, gedung ini turut menjadi saksi bisu perjalanan sejarah ibukota Aceh tersebut.
"Gedung BI ini memiliki sejarah panjang. Ia menjadi saksi bisu sejarah mulai dari masa penjajahan Belanda, Jepang, perjuangan kemerdekaan RI, hingga diterjang gempa bumi dan tsunami 2004. Namun, tetap kokoh berdiri. Keberadaannya kala itu membuktikan betapa pentingnya Aceh khususnya Banda Aceh bagi dunia," kata Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman, usai menghadiri malam seremonial peringatan 100 tahun gedung yang awalnya dibangun sebagai De Javasche Bank; bank sentral Pemerintahan Hindia Belanda, Minggu (10/12/2018).
Hal inilah yang membuat Wali Kota Aminullah menilai Gedung BI Aceh layak menjadi salah satu situs sejarah dan ikon wisata Banda Aceh. "Seperti kita ketahui, kota ini punya banyak heritage, mulai dari Masjid Raya Baiturrahman, Peucut Kerkhof, hingga Taman Putroe Phang, dan Gedung BI ini dapat menambah perbendaharaan objek wisata sekaligus edukasi sejarah bagi masyarakat dan wisatawan."[]
No comments:
Post a Comment