Friday, December 6, 2013

Tonggak Awal Berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam

Peta Kerajaan Aceh tempo dulu
KERAJAAN Aceh lahir dari penggabungan dua buah kota pemukiman besar di Aceh Besar. Hal ini ditulis dalam Hikayat Aceh, halaman 72. Kedua kota pemukiman ini yaitu Meukuta Alam dan Darul Kamal. Kedua kota ini, berdasarkan hikayat tersebut dipisahkan oleh satu aliran sungai.

Mada ada ngantarai daripada dua raja itu suatu sungai. Setengah kepada raja Makota Alam, setengah kepada raja Dar ul-Kamal,” tulis hikayat tersebut.

Kedua penguasa pemukiman selanjutnya mengawinkan anak mereka sebagai tonggak dasar penggabungan wilayah. Perkawinan itu berujung pada perluasan kedua kawasan yang kemudian dipimpin oleh seorang raja dari Meukuta Alam. Dua kerajaan yang bergabung ini kemudian dinamakan dengan Aceh Darussalam. Sayangnya tidak ada catatan sama sekali mengenai tanggal pasti penggabungan dua wilayah ini.

Perjalanan Cinta Cut Meutia di Tengah Genderang Perang

Ilustrasi orang Aceh tempo dulu
“…Dengan gelora berahi seorang wanita yang hangat dan penuh gairah, ia melangkah ke atas ranjang peraduan pengantin, kehangatan dan kegairahan yang lebih berkobar dibandingkan dengan wanita-wanita di mana pun. Dan dengan gelora nafsu seperti itu pulalah ia melangkah ke medan pertempuran untuk bertarung. Ia tidak merasa takut mendampingi suaminya dan mengiringi pasukan-pasukan melakukan pertempuran di mana-mana. Ia keluar-masuk hutan belantara dengan menelan serba aneka kesulitan, kepahitan dan penderitaan. Sementara itu, pasukan-pasukan marsose mengintainya ke mana ia pergi…” tulis Zentgraaf dalam bukunya berjudul Atjeh ‘melukis’ sosok Cut Meutia.

Cut Meutia merupakan putri Teuku Ben Daud yang lahir di tahun 1880, tepat setelah tiga tahun pecah perang antara Kerajaan Aceh melawan Belanda. Dia merupakan keturunan Tok Bineh Blang, seorang bangsawan yang juga ulama dan mempunyai hubungan erat dengan Istana Darud Dunia.

Tengku Fakinah; Panglima Perang dan Ulama Aceh Besar

Ilustrasi
SEPUCUK surat tiba ke dalam genggaman Cut Nyak Dhien. Surat itu ditulis dalam bahasa Aceh yang indah namun sangat menyayat hati dan perasaan Cut Nyak.

Surat itu berasal dari sahabatnya Tengku Fakinah. Dia merupakan Panglima Sukey (Resimen) Fakinah. Resimen ini memiliki empat balang (batalion) yang di dalamnya merupakan kumpulan pendekar-pendekar wanita tangguh. Balang ini tak pernah menyerah melawan Belanda.

Berdasarkan catatan Ali Hasymi dalam bukunya Wanita Aceh menyebutkan penggalan isi surat itu yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

"... Saya harap kepada Cut Nyak agar menyuruh suaminya, Teuku Umar, untuk memerangi wanita-wanita yang telah siap menanti di Kuta Lamdiran (markas Sukey Fakinah), sehingga akan dikatakan orang bahwa dia adalah panglima berani, Johan Pahlawan seperti yang digelarkan oleh musuh kita Belanda..." tulis Tengku Fakinah.

Jejak Istana di Tepi Kuala Naga

KERAJAAN Aceh Darussalam dibangun di atas puing Kerajaan Indra Purba. Keterangan itu diperoleh setelah ditemukannya batu-batu nisan di Gampong Pande, Banda Aceh.

Di antaranya seperti yang terukir di nisan Sultan Firman Syah cucu dari Sultan Johan Syah. Di batu itu dituliskan keterangan bahwa Banda Aceh adalah ibukota Kerajaan Aceh Darussalam yang dibangun pada Jum'at, 1 Ramadhan 601 H atau 22 April 1205. Ibukota Banda Aceh ini dibangun oleh Sultan Johan Syah setelah berhasil menaklukkan Kerajaan Indra Purba dengan ibukotanya Bandar Lamuri.

Keterangan lain mengenai Kesultanan Aceh Darussalam juga dibuktikan dengan ditemukannya batu nisan milik Sultan Ali Mughayat Syah. Di nisan pendiri Kesultanan Aceh Darussalam yang berada di Kandang XII Banda Aceh ini, disebutkan bahwa Sultan Ali Mughayat Syah meninggal dunia pada 12 Dzulhijah tahun 936 Hijriah atau pada 7 Agustus 1530.

Istana Darud Dunia Berdasarkan Cerita Penjelajah Eropa

ZAMAN keemasan Aceh di bawah Kesultanan Iskandar Muda bukanlah sebuah dongeng seperti yang disebutkan Snouck Hougronje.
===============================
“The golden age of Acheh in which the mohammedan law prevailed or in wich the Adat Meukuta Alam may be regarded as the fundamental law of the kingdom, belongs to the realm of legend.” ("Masa keemasan Aceh di mana hukum Islam berlaku atau di yang dengan Adat Meukuta Alam bisa dianggap sebagai hukum dasar kerajaan, adalah milik ranah legenda.")

Setidaknya keagungan masa  pemerintahan Iskandar Muda dapat digambarkan oleh Denys Lombard dalam bukunya Kerajaan Aceh. Menurut Lombard, Aceh pada masa itu merupakan sebuah negara dengan sistem perkotaan bukan negara pertanian. Aceh sama halnya dengan negara-negara Asia pada umumnya.

Para Perempuan di Sekeliling Sultan

Ilustrasi Sultanah Sri Ratu Safiatuddin
ATURAN Kerajaan Aceh masa Sultan Iskandar Muda jauh berbeda dengan aturan-aturan yang ada di kerajaan-kerajaan Eropa. Hal ini disampaikan Kapten Jendral Beaulieu, salah satu utusan Raja Louis XIII dari Prancis yang datang ke Aceh pada tahun 1620 M.

Beaulieu merupakan satu-satunya bangsa asing yang berhasil masuk ke dalam istana Darud Dunia dan meneliti banyak hal. Berdasarkan cerita dia dalam buku Kerajaan Aceh karya Denys Lombard menyebutkan, Sultan Aceh memiliki 3.000 perempuan dalam istananya.

Perempuan-perempuan tersebut, merupakan satu-satunya penduduk perempuan yang ada di dalam istana. Tidak ada laki-laki yang boleh masuk jauh lebih dalam istana Kerajaan Aceh.

Wednesday, December 4, 2013

Indatu



Lokasi eskavasi Loyang Mandale. @The Atjeh
Penemuan manusia pra sejarah di situs Loyang Mandale membuka tabir asal mula bangsa Gayo. Inikah indatu bangsa Aceh?


LOYANG Mendale terlihat sepi berada di sisi tebing berbatu. Gua ini berbentuk ceruk yang melengkung ke dalam tebing di kawasan Danau Lut Tawar. Ada beberapa jenis pohon seperti kopi, jambu dan rumpun bambu tumbuh di sana.

Beberapa lubang bekas galian terdapat di dalam gua atau di sisi barat Danau Lut Tawar. Lubang-lubang tersebut dipagari kawat berduri dengan tiang-tiang bambu. Di sinilah ditemukan kerangka pra sejarah yang diduga sebagai nenek moyang orang Gayo. 

Penemuan kerangka pra sejarah tersebut berawal dari penelitian Tim Balai Arkeologi Medan yang dipimpin oleh Ketut Wiradnyana pada 2007 lalu. Survei dilakukan di sejumlah titik yang dianggap memiliki potensi peninggalan sejarah.

Saturday, November 30, 2013

Politik Elizabeth di Aceh

Kekuasaan Sultan Aceh yang menguasai perdagangan lada di Pulau Sumatera akhirnya sampai juga ke telinga pembesar di Kerajaan Inggris. Kabar ini disebarkan oleh John Davis, seorang juru mudi Inggris yang masuk dinas de Houtman bersaudara pada waktu pelayaran Zelandia pertama.

Dikutip dari catatan Sir James Lancaster yang diterbitkan pada tahun 1940 oleh W Foster dalam bukunya Voyages of Sir James Lancaster; mengisahkan Kompeni Hindia Timur Inggris lalu mengirim kapal-kapal ke laut selatan pada 1601 usai mendengar kabar tersebut.

Friday, November 29, 2013

Berdiplomasi dengan Paris



Kerajaan Aceh sejak lama telah menjalin hubungan dengan sejumlah negara luar, seperti Inggris, Prancis, Amerika, Belanda, Turki, China dan beberapa negara di Asia lainnya. Di masa Aceh dipimpin Sultan Iskandar Muda Johan Berdaulat, daerah ini juga mengikat hubungan dengan negara-negara besar Eropa. Satu diantaranya yaitu negara Prancis.

Kerajaan Aceh yang kaya akan hasil bumi, menarik hati pembesar-pembesar atau raja-raja dari Eropa untuk menjalin hubungan diplomatis. Seperti halnya yang dilakukan oleh Raja Louis XIII lewat perantaranya de Beaulieu. Mereka saling mengirimkan surat dan mengikat kerjasama di bidang perdagangan. Sayangnya, surat-surat yang ditujukan Raja Perancis ini raib dan tidak tahu kemana. 

Dalam buku Kerajaan Aceh karya Denys Lombard hanya melampirkan surat balasan dari Sultan Iskandar Muda yang berisi tentang hubungan dagang antara Aceh dan Perancis pada masa itu.

Mengenang Iskandar Muda

Peringatan HAUL Sultan Iskandar Muda
di Banda Aceh. @Heri Juanda
PULUHAN pria memakai baju putih duduk melingkari makam Sultan Iskandar Muda di Gedung Juang, Banda Aceh, Kamis 27 Desember 2012 lalu.  Beberapa diantaranya memakai baju kemeja berwarna sembarang. Mereka terlihat kusyuk merapal kalam ilahi melalui samadiyah memperingati Haul Sultan Iskandar Muda ke 367.

Samadiyah tersebut dimulai dan dipimpin oleh Teungku Muhammad Rizal dari Pesantren Ulee Titi Lambaro pada pukul 10.35 WIB. Terlihat diantara peserta samadiyah ini Tuanku Raja Yusuf keturunan dari Sultan Alaidin Dawwood Syah, Raja Ubit Ashabul Yamin Panglima Polem dari generasi Raja Pakeh, Said Muslem al Bahsin cucu dari Mufti Kerajaan Aceh. Selain itu juga ada perwakilan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh serta Disbudpar Kota Banda Aceh.

Tuesday, November 5, 2013

Berziarah ke Makam Pocut Baren

Jaraknya sekitar dua jam perjalanan jika ditempuh dari Meulaboh. Tak ada petunjuk jalan maupun penjaga makam yang bisa menceritakan sejarah Pocut.
=====================================================
Makam Pocut Baren di Desa Tungkop,
Sungai Mas Aceh Barat. @Darmansyah
KOMPLEK makam seluas 500 meter bujur sangkar itu dipagari besi. Letaknya di atas gunung di kawasan Desa Tungkop Kecamatan Sungai Mas, Aceh Barat. Tepat di depan pintu masuk komplek tertulis: Makam Pahlawan Pocut Baren.

Kawasan komplek makam ini ditumbuhi pepohonan yang rimbun. Saat The Atjeh Times berkunjung pada Kamis 15 Agustus 2013 lalu, suasana sekitar komplek makam terasa sejuk dan mampu melepaskan penat selama perjalanan ke lokasi.

Monday, October 21, 2013

Hindu, Bollywood dan Atjeh



MASYARAKAT Aceh di era 90-an sangat menggemari lagu dan film-film Bolywood. Di masa itu, hanya satu televisi swasta yang melebarkan sayapnya hingga ke provinsi paling ujung Sumatera tersebut. Tak jarang tarian dan nyanyian Amithabachan atau Sahruk Khan yang menjadi unggulan acara setiap harinya menggema di seantero kampung. Tarian-tarian serta lagu-lagu India bersenandung dengan riuhnya salak senjata di Aceh masa darurat militer.

Tentu hal tersebut menjadi daya tarik saya untuk mengkaji ada hubungan kekerabatan apa antara orang-orang Aceh dengan salah satu negeri di Asia Selatan. Apalagi saat itu demam Bolywood tidak hanya menjangkiti masyarakat pedesaan, bahkan warga Kota Banda Aceh, Lhokseumawe dan Sabang sebagai tiga kota besar di Aceh.

Thursday, October 17, 2013

Atjeh dalam riwayat Dinasti Ming

DINASTI Ming di China mempunyai catatan khusus tentang politik dan perkembangan Kerajaan Aceh. Catatan tersebut disusun sedemikian rupa dalam buku Mingshi Bab 325 atau bab keenam yang membicarakan negeri-negeri asing.

Dalam buku tersebut, disebutkan sebuah kerajaan bernama Su-men-da-la, yaitu pelabuhan dagang Samudra yang ada di ujung utara Pulau Sumatra.

Paruh pertama catatan itu menceritakan hampir seluruhnya kunjungan armada sida-sida Zheng He ke Su-men-da-la di awal abad ke 15. Selama setengah abad lebih sering terjalin hubungan antara kedua kerajaan ini.

Monday, September 2, 2013

Sejarah Imperium Turki di Aceh

Komplek kuburan Turki di Bitay
Banda Aceh. @boynashruddinagus.blogspot.com
Perkampungan Bitai disebut berasal dari kata Baital Maqdis atau Yerussalem di Palestina. Sebuah perkampungan Turki di Aceh yang berdiri sejak era awal Kerajaan Aceh Darussalam.

SEBUAH gapura dari tiang besi bertuliskan selamat datang di pemukiman Bulan Sabit Merah, Bitai-Emperom berdiri kokoh di atas badan jalan berukuran 3 meter. Saat The Atjeh Times berkunjung Senin pekan lalu, suasana gampong tersebut terlihat lengang. Sementara di kiri dan kanan jalan terlihat beberapa rumah yang dihiasi lambang bulan sabit berwarna dasar merah di bumbungan atap bangunan.

Sunday, September 1, 2013

Saat Banda Aceh Disebut Kuta Radja



Simpang Lima Banda Aceh. @inbandaaceh.com
PEPERANGAN antara Kerajaan Belanda dengan Kerajaan Aceh menorehkan luka lama. Apalagi saat Belanda berhasil membakar Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh dan merebut ibukota kerajaan, Banda Aceh. Peperangan ini berlangsung hingga puluhan tahun.

Meski Dalam (keraton) berhasil direbut Belanda, perjuangan rakyat Aceh belum selesai. Sultan Muhammad III Daud Syah Johan berdaulat terpaksa mengungsi. Dia mangkat akibat penyakit kolera yang mewabah saat perang terjadi. Pucuk pimpinan perang Aceh berada di tangan Panglima Polem. Peperangan terus berlangsung dengan taktik gerilya (hit and run).

Menilik Sejarah Banda Aceh



Masa pemerintahan Sultan Alaidin Mahmud Syah, istana Kerajaan Aceh dibangun ulang di seberang Kuala Naga (Krueng Aceh) dengan nama Kuta Dalam Darud Dunia.

TUGU dengan tinggi sebatas pinggang ini berdiri kokoh. Di atasnya sebuah plat dari besi putih bertulis sebuah kalimat dalam tiga bahasa, yaitu bahasa Aceh, Indonesia, dan Inggris. Tak ada keterangan tahun pembangunan tugu dan siapa yang membangunnya. Namun dari kondisinya, bangunan ini hanya berusia beberapa tahun saja. Masih terhitung bangunan baru.

Terbaca kalimat dalam bahasa Indonesia; “Di sini cikal bakal kota Banda Aceh tempat awal mula Kerajaan Aceh Darussalam di dirikan oleh Sultan Johansyah pada 1 Ramadhan 601 H (22 April 1205 M).”

Saturday, August 31, 2013

Riwayat Dagang Aceh Suatu Masa

ACEH memiliki posisi strategis di jalur perdagangan dunia sejak masa Kerajaan Aceh Darussalam. Ribuan pedagang dari berbagai negara berdatangan ke Aceh yang dikenal kaya akan hasil alamnya. Mulai dari bangsa-bangsa Asia, Eropa bahkan Amerika mengetahui Kerajaan Aceh pada era kejayaannya. 

Pedagang-pedagang ini terus “mengerubungi” hasil alam Aceh melalui perdagangan yang saling menguntungkan, hingga niat ingin menguasai hasil bumi daerah ini secara keseluruhan.

Tuesday, August 13, 2013

Amuk api wujudiyah di pusat kota Aceh

BANYAK yang mempertanyakan semegah apa Darud Dunia selaku pusat Kerajaan Aceh Darussalam di masa kejayaannya.

Sejarah Aceh pun menjadi buram dengan minimnya bukti-bukti dan pondasi istana. Sangat rumit membayangkan bagaimana bentuk pusat kekuasaan Kerajaan Aceh seperti yang diceritakan pengelana dari Perancis Beaulieu di abad ke 16 tentang istana Darud Dunia.

Hal tersebut bisa dimaklumi apalagi sejak Belanda mengeluarkan maklumat perang kepada Kerajaan Aceh pada 26 Maret 1873. Peperangan tersebut berlangsung hingga 70 tahun lamanya yang merenggut korban teramat banyak dari kedua belah pihak.

Berakhirnya kekuasaan Sultanah

ROMBONGAN utusan Syarif Mekkah tiba di Aceh tahun 1092 Hijriyah atau 1681 Masehi. Didominasi pedagang, mereka mengikat kerjasama dan menyatakan ketertarikan dengan kehidupan di Banda Aceh kepada Sultan Zakiatuddin. Diantara utusan Syarif Mekkah ini terdapat Syarih Hasyim dan Syarif Ibrahim yang memilih tinggal di Aceh saat yang lainnya kembali ke Arab tahun 1094 Hijriyah atau 1683 Masehi.

Ali Hasjmy dalam bukunya Wanita Aceh; Negarawan dan Panglima Perang menukilkan peran dua syarif ini dalam dunia perpolitikan Aceh. Kedua bersaudara dari Mekkah ini menetap di Aceh saat Seri Ratu Zakiatuddin memimpin Aceh. Namun kepemimpinan sultanah ini tidak lama. Tepat tanggal 8 Zulhijjah 1098 H atau bertepatan dengan 3 Oktober 1688 Masehi, Ratu Zakiatuddin mangkat. Dia digantikan Seri Ratu Kamalatuddin Syah atau kerap dikenal Ratu Kamalat.

Monday, August 12, 2013

Meurah Pupok dan Ketegasan Iskandar Muda

SULTAN Iskandar Muda bergelar Tun Pangkat Darma Wangsa sangat getol menjalankan Syariat Islam di Aceh. Pada masanya memerintah, ratusan masjid didirikan di daerah dan meunasah merata di setiap gampong.

Seperti dituliskan dalam Kitab Bustanussalatin karangan Nuruddin Ar-Ranirry, raja Aceh tersebut selalu menganjurkan seluruh rakyatnya untuk menjalankan syariat secara kaffah. Hukum kerajaan juga didasarkan kepada Alquran dan Hadist. Sehingga seluruh elemen masyarakat pada masa itu enggan melanggar syariat yang telah ditetapkan.