Sunday, October 12, 2014

Maklumat Daud Beureueh Mendirikan Darul Islam di Aceh

Pasukan Darul Islam. @Repro
TENGKU Muhammad Daud Beureueh geram dengan pemerintahan Soekarno yang tak kunjung memberikan Otonomi Khusus kepada rakyat Aceh untuk menjalankan syariat Islam. Ia juga kesal dengan Jakarta yang sama sekali tidak memperdulikan nasib generasi muda di Aceh yang belum mendapatkan pendidikan layak. Padahal, Aceh adalah daerah modal bagi Indonesia mencapai kemerdekaan setelah agresi Belanda kedua dilancarkan.

Kekesalan Daud Beureueh juga memuncak saat berkembangnya isu PM Ali Sastroamidjojo ingin menghabisi 300 nyawa tokoh-tokoh di Aceh dalam daftar hitam. Akhirnya Gubernur Militer Aceh ini mendeklarasikan daerah tersebut tunduk di bawah pemerintahan Negara Islam Indonesia pimpinan SM Kartosoewirdjo.
(Baca: Saat Daud Beureueh Menabuh Genderang Perang Melawan Jakarta)

Tepat 20 September 1953, Tengku Daud Beureueh mengeluarkan maklumat sekaligus memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia di Aceh. Berikut petikan pidatonya seperti dikutip dari tulisan A.H. Gelanggang, berjudul Rahasia Pemberontakan Atjeh dan Kegagalan Politik SM Amin:

PERNJATAAN KEPALA NEGARA ISLAM INDONESIA DAERAH ATJEH

Dengan nama'Allah jang mahakuasa jang telah mengizinkan kami menjampaikan hasrat hati kepada saudara. Atas nama Allah kami rakjat Atjeh sudah membuat sedjarah baru diatas persada tanah tumpah darah, kami berkehendak membentuk suatu NEGARA ISLAM.

Kami telah djemu melihat perkembangan2 atas dasar Negara Republic Indonesia; betapa tidak, sedjak dari dulu kami berharap, bertjita2 jang negara berkisar atas dasar Islam, akan tetapi djangankan terudjud apa jang kami idam-idamkan, malahan sebaliknja makin tampak pada kami ada diantara pemuka2 Indonesia mentjoba membelok kearah jang sesat. Kami mengerti dan menginsafi bahwa dasar2 Negara Republic tidak mendjamin hak kemerdekaan beragama, beragama berarti kata jang se-benar2nja; tegasnja agama Islam jang melengkapi kehidupan masjarakat, tak dapat dipisah2kan, apa jang disebut Ketuhanan Jang Maha Esa dalam anggaran dasar Negara Republik Indonesia. Bagi kami adalah satu permainan politik belaka, Ketuhanan Jang Maha Esa bagi kami adalah sumber kehidupan masjarakat jang segala petundjuknja harus berlaku diatas bumi Indonesia, tidak dapat sebahagian berlaku sedang sebahagian jang lain tidak, baik dalam lapangan pidana dan perdata, dalam soal ibadat dan soal kehidupan sehari hari.

Djika pidana Tuhan tidak berlaku, itu berarti menjimpang dari Ketuhanan Jang Maha Esa. Andaikan undang2 Dasar R.I. sudah memberi djaminan kemerdekaan beragama Islam, sudah lama pula dapat berdjalan hukum2 agama, ditanah Atjeh, jang rakjatnya 100 prosen beragama Islam. Malahan oleh Kedjaksaan Agung sendiri pernah mentjoba2 mengeluarkan larangan berchotbah dimesdjid atau ditempat2 lain jang katanja tempat agama, jang berisi politik, padahal bagi kami politik ialah sebahagian dari agama jang kami anut, kalau boleh kami mengatakan bahwa Kedjaksaan Agung ialah instansi resmi jang mula2 mentjoba menghalang2i kami beragama, jang harus diminta pertanggungan djawab dihadapan Undang2 Dasarn Negara dan didepan Tuhan, djika orang2 dari Kedjaksaan Agung djuga beragama dan beriman kepada Tuhan.

Rasa sedih kami mendengar utjapan Sukarno, Presiden RI jang inti sarinja hendak mendirikan Negara ini atas dasar kebangsaan semata-mata, karena ia takut djika Negara berdasarkan agama mereka jang tidak mengingini agama mendjadi dasar negara lalu mereka memisahkan diri, baiklah oleh karena itu kami jang mendahului perpisahan diri dari negara jang bersifat kebangsaan, kami mengerti apa artinja bangsa dan Agama; mungkin orang mengira, orang beragama tidak mempunjai rasa tjinta bangsa dan tanah tumpah darah Indonesia, ini munkin bagi orang2 jang tidak mengerti apa itu agama Islam.

Rasa sedih dan kesal ini memupuk keinginan kami untuk membentuk suatu Negara Islam.

Andai kata orang menjalahkan kami, maka kesalahan itu harus mula2nja ditimpakan kepada pundak Sukarno sendiri. Tuhan kami mengatakan: "barang siapa jang tidak mendjalankan hukum jang telah ditentukan oleh tuhan maka mereka itu masuk golongan kafir". Pemerintah RI sudah ketinggalan kereta api untuk memahami apa jang terkandung dan diingini oleh rakjat Atjeh, Atjeh jang tadinja mendjadi daerah modal bagi tegak teguhnja R.I akan tetapi demi sehari kesehari Pemerintah R.I. melupakan daerah modalnja; Atjeh dipandangnja sebagai daerah jang brutal tak sedikitpun keinginan Atjeh jang dipenuhi oleh Pemerintah Republic Indonesia. Atjeh ditjegahnja untuk berdiri sendiri, berotonom sendiri, padahal sudah menjatakan keinginan berdiri sendiri, jang pada masa itu dalam hubungan Negara Kesatuan. Apakah jang mendjadi halangan untuk mengabulkan keinginan ini, hingga sampai dipertangguhkan sampai terbentuk Konstituante, jang didjandjikan akan membitjarakan hal ini? Apakah alasan menangguhkan ini? Mungkin Pemerintah dengan Dewan Perwakilannja tidak berani bertindak untuk memperbaiki suasana ini? Bukan; bukan tidak berani, djika dibandingkan dengan keberanian Pemerintah serta Dewan Perwakilannja jang sudah mengubah bentuk Pemerintahan dari bentuk Republic Federasi kebentuk Republic Kesatuan pada tahun 1950, bukankah ini karena tidak ada niatnja? Rakjat Atjeh tidak minta daerah istimewa, apakah kelebihan dan keistimewaannja dari Atjeh? Tidakkah Pemerintah mempertimbangkan hal2 ini masak2 lebih dahulu? Rakjat Atjeh menunggu dengan tenang dan sabar terbentuknja Konstituante akan tetapi sajang beribu sajang, Pemerintah dengan Parlemen bukan tidak menginsafi serta tidak memahami djiwa rakjat Atjeh jang sudah sekian lama menunggu-nunggu dengan harap2 tjemas dari tahun ketahun, malah Pemerintah R.I. jang sekarang mentjoba mengundurkan waktu pemilihan umum dengan 16 bulan lagi terhitung dari 1 Djanuari 1954; apakah menurut pendirian Pemerintah masa waktu 16 bulan lagi tidak begitu lama dengan menambah tahun2 jang sudah?

Ataukah barangkali Pemerintah dengan orang2nja jang memerintah pada waktu ini lebih mengutamakan kepentingan golongan mereka sendiri dari kepentingan serta keinginan rakjat terbanjak? ataukah barangkali Pemerintah tidak mengerti bahwa Ketuhanan Jang Maha Esa dari rakjat jang terbanjak tidak dapat didjalankan dalam pengertian demokrasi atau sebaliknja Pemerintah djuga mengerti bahwa Ketuhanan Jang Maha Esa harus djuga diudjudkan dengan pengertian serta paham rakjat terbanjak, atau lebih tegas lagi orang Islamlah jang terbanjak di Indonesia jang seharusnja memberi bentuk pengertian Ketuhanan Jang Maha Esa.

Apakah Pemerintah memberi kesempatan lebih banjak bagi golongan ketjil jang berpaham djuga Ketuhanan Jang Masa Esa tetapi bentuk serta tjoraknja berlainan, atau bagi golongan jang tidak bertuhan sama sekali untuk memperkoso paham golongan terbesar dinegeri ini? dimanakah letaknja paham demokrasi, apakah diatas formaliteit sematamata atau djuga harus berakar kedalam djiwa rakjat? Apakah rakjat harus mendukung Parlemen jang berbentuk demokrasi pada lahirnja serta Pemerintah jang sementara, apakah harus dipertahankan, walaupun berlawanan dengan djiwa rakjat. Kami tidak ingin memisahkan diri dari saudara2 kami dilain daerah jang diikat dengan rasa persaudaraan dan kemanusiaan, akan tetapi tidak pula mengingini diperanak tirikan atau dibiarkan hidup sebagai budak belian; anak2 kami tidak mendapat kesempatan jang baik untuk peladjaran, rakjat kami tidak mendapat kesempatan jang tjukup dalam kehidupan perekonomian akibat lalu lintas jang tidak teratur baik, dulu kami bersandel bahu dengan lain2 daerah mempertahankan kepentingan bersama, akan tetapi persamaan ini sekarang nampaknja tak terudjud dengan kenjataan se-hari2. Kalau kami sekarang membentuk suatu Negara, bukanlah berarti kami membentuk negara dalam negara, karena daiam hati dan djiwa kami N.R.I hanja kami anggap sebagai suatu djembatan mas mengudjudkan negara jang sebenarnja dan sedjak dari dahulu kami idam2kan, kini nampak djembatan ini tidak dipandang sebagai alat penghubung lagi, bahkan sebaliknja alat penghalang; apa lagi kesetian kami kepada R.I. jang berdasarkan kebangsaan sudah tidak ada, pada hal kesetiaan rakjat adalah tiang pokok tegaknja sesuatu negara dan persatuan kami dalam negara R.I. tidaklah diikat oleh suatu hukum jang seharusnja sama didjundjung, betapa tidak, bukanlah menurut pendapat ahli N.R.I. hukum jang harus berlaku di Indonesia ini adalah hukum negara sendiri jang disusun menurut saluran tertentu, sekali pun berlainan dengan hukum2 dalam hal ini agama jang kami anut, sedang pendapat kami hukum (Islam) jang seharusnja berlaku.

Andaikata orang mengatakan pembentukan Negara Islam di Atjeh berlawanan dengan hukum dan mengakibatkan kekatjauan kami akan mengatakan bahwa tindakan kami ini disebabkan oleh hukum jang katjau atau karena kekatjauan hukum; tentu tidak heran; kekatjauan akibat (karena) kekatjauan hukum, tentu orang tidak' akan dapat memperbaiki akibat sebelum ia sendiri memperbaiki asal Pokok musababnja. Kami rasa tindakan pembentuk Negara Islam baik dari hidup dan kehidupan dalam hukum serta aturan jang katjau balau, dan djika Pemerintah R.I. sudah memahami ini, maka djalan satu2nja untuk mengatasi soal ini jaitu dengan memperbaiki dasar2 negara dan politiknja dalam kekerasan tidak akan berguna sama sekali, dihadapan kita terbajang korban2 jang banjak akibat perselisihan bersendjata.

Oleh karena itu kami minta agar Pemerintah R.I. tidak akan mengunakan alat sendjata untuk menghadapi soal kami ini, karena djika ini berlaku, pasti kami pun akan menentangnja dengan alat2 sendjata jang ada pada kami. Tidaklah orang merasa ketjewa, andai kata kami berhadapan dengan saudara2 kami jang kini mendjadi alat negara RI jang harus patuh walaupun kami tahu bahwa sebahagian besar dan mereka sependapat dan sehaluan dengan kami sendiri, apa lagi djika ini terdjadi diantara anak berlawanan dengan bapaknja, atau adik dengan abangnja. Sekali lagi kami berharap djika saudara2 jang beragama Islam jang kebetulan ini memegang peranan jang penting dalam Pemerintah R.I. tidak akan segan2 menjambut tangan kami kemudian memberi bantuan lahir batin, morel dan materiel, dan djika saudara berada di kalangan ketentaraan, kepolisian, djangan hendaknja alat sendjata dipergunakan terhadap kami, kami tidak menentang sdr., akan tetapi kami hanja membangun negara jang kami idamkan dan djika dihalang2i atau ditentang pasti kami akan mempertahankannya.

Kepada seluruh pemimpin, kami serukan agar dengan seichlas2nja memberi bantuan dengan lindungan Tuhan, supaja usaha kami dapat berdjalan lantjar serta mempertjepatkan penjelesaiannja, karena menurut pendapat kami bahwa hukum Tuhan tidak boleh di pertangguh2kan lebih lama lagi tidak berdjalan.

Kepada Alim Ulama kami pohonkan do'a sebanjak2nja, mudah2an Allah melindungi kita semuanja, seterusnja memohonkan kehadlirat Tuhan agar pemimpin2 kita memperoleh petundjuk dan hidajatNja.

Demikianlah sedjarah baru kami mulai pada saat tentu dengan lindungan dan taufiq Allah Subhanahu Wata'ala.

ATAS NAMA RAKJAT ATJEH,

(Tengku Mohd. Daud Beureueh).
[]

No comments:

Post a Comment