Sunday, March 9, 2025

Identitas Teuku Raja Sabi Terungkap

TEUKU Raja Sabi alias Putra Rajawali, yang merupakan anak dari Cut Meutia, sempat berkelana usai ibunya syahid dalam peperangan melawan Belanda. Dalam pelariannya dari kejaran Belanda, seperti dicatat H. M Said dalam buku Aceh Sepanjang Abad Jilid II, Teuku Raja Sabi pernah menyambangi Panton Labu dan Simpang Ulim, serta beberapa daerah lain yang ada di Aceh.

Belanda memiliki kepentingan besar terhadap Teuku Raja Sabi untuk meredam perjuangan rakyat di wilayah Keureuto. Wilayah ini merupakan bekas daerah kekuasaan keluarga Teuku Raja Sabi yang pernah dipimpin oleh sang ayah, Teuku Chik Tunong dan Cut Meutia. Pada awalnya, Teuku Raja Sabi yang ikut bergerilya bersama Cut Meutia, menghilang setelah ibunya tersebut syahid di Pucok (hulu) Krueng Peuteo bersama Teungku Paya Bakong atau populer dikenal Teungku Mata Ie, Teungku Mat Saleh dan lima pengawalnya. Menurut Zakaria Ahmad dkk dalam buku "Cut Nyak Meutia", ketika pasukan Mosselman mengepung lokasi persembunyian para pejuang Aceh tersebut, Teuku Raja Sabi sedang memancing di sungai. Setelah kehilangan Cut Meutia, Teuku Raja Sabi yang masih belia terus bergerilya bersama sisa pasukan setianya seperti Pang Badon dan Pang Lotan. Hingga akhirnya, pasukan yang mengikuti Teuku Raja Sabi satu per satu gugur karena sergapan Belanda. Dia akhirnya tinggal seorang diri dan tetap memilih bergerilya di belantara Aceh.

Belanda yang kewalahan memburu Teuku Raja Sabi kemudian membuat sandiwara dengan memalsukan identitas Abdullah atau akrab disapa Dulah, anak Teungku Muda Balee Mbang, sebagai sang Putra Rajawali palsu pada 6 Desember 1913. Meski berhasil mengecoh rakyat, tetapi Belanda juga ragu dengan Teuku Raja Sabi palsu. Akan tetapi, Belanda tetap menyekolahkan Dulah si Teuku Raja Sabi Palsu ke Kutaraja. Sementara di sisi lain, Teuku Raja Sabi yang lelah bergerilya seorang diri di rimba Aceh turun gunung. Dia berpetualang seorang diri hingga ke Simpang Ulim, Ulue Ie Puteh dan beberapa tempat lain di Keureuto. Dalam pengembaraannya tersebut, kakinya kemudian membawa Teuku Raja Sabi ke Lhokseumawe dan bertemu dengan bekas pengawalnya, Dollah. Dollah kemudian membawa Teuku Raja Sabi untuk bertemu dengan Teuku Muhammad Syah Chik Bintara--yang merupakan paman Teuku Raja Sabi. Belanda yang kemudian mengetahui hal tersebut tidak lagi menggelar upacara seremoni menyambut Teuku Raja Sabi. Secara diam-diam, karena merasa malu, Belanda mengirim Teuku Raja Sabi untuk sekolah di Kutaraja (Banda Aceh) pada 13 Maret 1919. Sementara Teuku Raja Sabi palsu; Dulah, diberi pekerjaan menjadi tukang jilid buku dan menjadi mandor di Cunda. Teuku Raja Sabi setelah menyelesaikan sekolah tahun 1936 kemudian diangkat menjadi Uleebalang Keureutoe untuk menggantikan posisi pamannya yang diberhentikan pada tahun 1937. Kelak Teuku Raja Sabi menjadi salah satu korban dalam revolusi sosial setelah Indonesia merdeka dan Aceh bergabung di dalamnya.[]

No comments:

Post a Comment