Friday, March 14, 2025

Siak Bersekutu dengan Belanda

SULTAN Assyaidis Syarif Ismail Abdul Jalil Ismail Abdul Jalil Syarifuddin atau Sultan Said Ismail yang memimpin daerah Siak mengikat perjanjian dengan Belanda pada 21 Februari 1858. Perjanjian itu dilakukan sebagai konsekuensi permintaan Siak kepada Belanda untuk membantu mengusir Inggris dari daerahnya.

Namun, Belanda memanfaatkan kerjasama ini dengan menuntut 12 daerah di Siak, meliputi Kota Pinang, Pagarawan, Batu Bara, Badagai, Kualiluh, Panai, Bilah, Asahan, Serdang,Langkat, Temieng, serta Deli. Daerah-daerah itu ternyata berada di bawah pengaruh Kesultanan Aceh Darussalam.

Provokasi Belanda ini memancing amarah Sultan Aceh yang kemudian mengutus Tuanku Hasyim Bangta Muda sebagai Wali Sultan Aceh di Sumatra Bagian Timur. Tuanku Hasyim mendapat amanah untuk mengonsolidasikan wilayah-wilayah Aceh dari pengaruh Belanda di daerah perbatasan.

Sebagai Wali Sultan Aceh di Sumatra Bagian Timur, Tuanku Hasyim Bangta Muda kelak melakukan gerakan ofensif guna memerangi sekutu Belanda di perbatasan. Serangan tersebut berhasil mengejutkan para pihak yang berupaya mengkhianati Sultan Aceh.

Belanda yang sempat kewalahan menghadapi Aceh di perbatasan kemudian menjadi lega setelah Tuanku Hasyim Bangta Muda dipanggil menghadap Sultan Alaidin Ibrahim Syah di Bandar Aceh.

Sementara di sisi lain, Traktat Siak telah membuat kekuasaan keturunan Sultan Siak Sri Indrapura Said Ismail menjadi terbatas. Meski demikian, Sultan Syarif Kasim I selaku pewaris Sultan Said Ismail tidak mau mengambil risiko melawan Belanda secara frontal.

Dia mempertimbangkan dampak hukum perjanjian Traktat Siak yang ditandatangani oleh ayahnya. Selain itu, Sultan Syarif Kasim I juga kecut dengan kekuatan militer dan modal yang dimiliki Belanda apalagi setelah kompeni memerangi Aceh.

Inilah yang kemudian membuat keturunan Sultan Siak Sri Indrapura terus bertahan di bawah kekuasaan Hindia Belanda.[]

No comments:

Post a Comment