WAKIL Presiden Dewan Hindia Belanda, F.N. Nieuwenhuijzen sebagai Komisaris Pemerintah yang ditugaskan menjumpai Sultan Aceh merasa kecewa dengan tanggapan Sultan Mahmud Syah. Dalam surat menyurat mereka sebelum perang berkecamuk, keduanya tetap mempertahankan kedaulatan negara masing-masing.
Dikutip dari catatan H. Mohammad Said dalam bukunya Aceh Sepanjang Abad jilid pertama, Nieuwenhuijzen merasa kehilangan pegangan dikarenakan hasil pembicaraan melalui surat menyurat tersebut sama sekali tidak berhasil menakut-nakuti Aceh. Nieuwenhuijzen kemudian menyimpulkan, Aceh tidak akan menyerah begitu saja sebelum terjadi pertumpahan darah.
Wednesday, April 16, 2014
Mengapa Belanda Getol Menyerang Aceh?
ACEH menjadi titik kelemahan Belanda sepanjang menyangkut Sumatera. Selama Kerajaan Aceh masih berdaulat, maka selama itu pula bayang-bayang campur tangan asing mengancam posisi Belanda di nusantara.
"Alasan sebenarnya Belanda ke Aceh adalah ingin menegakkan kekuasaannya di seluruh wilayah nusantara (pax Netherlanica) dan Aceh merupakan wilayah terakhir yang belum dikuasai," ujar Ketua Jurusan Sejarah FKIP Unsyiah, Drs. Mawardi Umar, M.Hum, MA, seperti dilansir ATJEHPOSTcom, Rabu 26 Maret 2014, menyikapi ikhwal serangan Belanda terhadap Kerajaan Aceh.
Menurutnya, tidak ada alasan lain yang menyebabkan kedua negara ini berperang selain ambisi Belanda untuk menaklukkan Sumatera sepenuhnya.
"Alasan sebenarnya Belanda ke Aceh adalah ingin menegakkan kekuasaannya di seluruh wilayah nusantara (pax Netherlanica) dan Aceh merupakan wilayah terakhir yang belum dikuasai," ujar Ketua Jurusan Sejarah FKIP Unsyiah, Drs. Mawardi Umar, M.Hum, MA, seperti dilansir ATJEHPOSTcom, Rabu 26 Maret 2014, menyikapi ikhwal serangan Belanda terhadap Kerajaan Aceh.
Menurutnya, tidak ada alasan lain yang menyebabkan kedua negara ini berperang selain ambisi Belanda untuk menaklukkan Sumatera sepenuhnya.
Rangkaian Surat Aceh dan Belanda Sebelum Perang
HASRAT Belanda menguasai Sumatera secara penuh dan menjadikan Aceh sebagai daerah taklukkan sama sekali tidak terbendung lagi. Mereka mengadakan sidang Dewan Hindia Belanda sesuai dengan instruksi kawat dari Menteri Jajahan van de Putte, Loudon pada 21 Februari 1873.
Hasil sidang memutuskan Belanda menyerang Aceh. Loudon kemudian mengirimkan telegram kepada Netherland yang bunyinya:
“Telah bersidang Dewan Hindia Belanda di bawah pimpinan saya sendiri. Turut hadir Jenderal dan Laksamana, semuanya menyepakati usul saya untuk mengirim secepat mungkin komisaris dengan empat batalyon serdadu ke Aceh dengan ancaman supaya menerima kedaulatan kita atau perang. Kita harus mem-fait-accompli kan Amerika. Wakil Presiden Dewan Hindia Belanda adalah orangnya dan meminta supaya ketentuan Menteri tanggal 24 Agustus 1859 dihapuskan. Diminta supaya mengirim lagi dua buah kapal di samping yang sudah hendak dikirim menurut telegram tuan, Kapal perang “Koopman” masih belum bisa dipakai. Keadaan marine menyedihkan.”
Hasil sidang memutuskan Belanda menyerang Aceh. Loudon kemudian mengirimkan telegram kepada Netherland yang bunyinya:
“Telah bersidang Dewan Hindia Belanda di bawah pimpinan saya sendiri. Turut hadir Jenderal dan Laksamana, semuanya menyepakati usul saya untuk mengirim secepat mungkin komisaris dengan empat batalyon serdadu ke Aceh dengan ancaman supaya menerima kedaulatan kita atau perang. Kita harus mem-fait-accompli kan Amerika. Wakil Presiden Dewan Hindia Belanda adalah orangnya dan meminta supaya ketentuan Menteri tanggal 24 Agustus 1859 dihapuskan. Diminta supaya mengirim lagi dua buah kapal di samping yang sudah hendak dikirim menurut telegram tuan, Kapal perang “Koopman” masih belum bisa dipakai. Keadaan marine menyedihkan.”
Pembantaian Kuta Reh
PEPERANGAN Belanda di Aceh berlangsung dalam rentang waktu yang lama. Strategi peperangan hit and run yang dilakukan pasukan Aceh mengajarkan Belanda untuk membentuk unit pasukan khusus anti gerilya. Namanya Marchaussee.
Pasukan ini bertugas menyisir seluruh hutan rimba raya yang ada di Aceh. Mereka terdiri dari orang Ambon, Minahasa dan dipimpin oleh sersan Belanda. Pemilihan Bumiputera dalam unit ini sengaja dilakukan untuk melacak jejak pasukan Aceh di dalam hutan. Pasukan ini dikenal bengis dan tidak menghormati hukum perang. Bahkan, pemimpin pasukan Aceh yang dikenal lihai dalam strategi peperangan sekelas Teuku Umar berhasil dijebak oleh satuan khusus bentukan Jenderal Van Heutz ini.
Pasukan ini bertugas menyisir seluruh hutan rimba raya yang ada di Aceh. Mereka terdiri dari orang Ambon, Minahasa dan dipimpin oleh sersan Belanda. Pemilihan Bumiputera dalam unit ini sengaja dilakukan untuk melacak jejak pasukan Aceh di dalam hutan. Pasukan ini dikenal bengis dan tidak menghormati hukum perang. Bahkan, pemimpin pasukan Aceh yang dikenal lihai dalam strategi peperangan sekelas Teuku Umar berhasil dijebak oleh satuan khusus bentukan Jenderal Van Heutz ini.
Saat Kemala Menjadi Ibukota
KONDISI Sultan Mahmud Syah kian memburuk akibat wabah kolera yang dibawa Belanda ke daratan Aceh. Dia mangkat dalam kekuasaan singkatnya sebagai raja. Pucuk pimpinan berganti pada Tuanku Mohammad Dawot Syah yang masih berusia tujuh tahun.
Kedudukan Tuanku Mohammad Dawot Syah sebagai Sultan Aceh dikukuhkan di Masjid Indrapuri, dan didampingi oleh Dewan Pemangku yang diketuai oleh Tuanku Hasyim. Semenjak itu, Sultan Aceh memerintahkan tiga tokoh Aceh bertanggung jawab menjalankan roda pemerintahan. Mereka adalah Teungku Syekh Saman Di Tiro yang menjadi menteri perang, Teuku Umar sebagai Laksamana (wazirulbahri), dan Panglima Nyak Makam sebagai panglima urusan Aceh bagian timur.
Kedudukan Tuanku Mohammad Dawot Syah sebagai Sultan Aceh dikukuhkan di Masjid Indrapuri, dan didampingi oleh Dewan Pemangku yang diketuai oleh Tuanku Hasyim. Semenjak itu, Sultan Aceh memerintahkan tiga tokoh Aceh bertanggung jawab menjalankan roda pemerintahan. Mereka adalah Teungku Syekh Saman Di Tiro yang menjadi menteri perang, Teuku Umar sebagai Laksamana (wazirulbahri), dan Panglima Nyak Makam sebagai panglima urusan Aceh bagian timur.
Perintah Perang Aceh
PERNYATAAN Perang Belanda terhadap Aceh pada 1873 disikapi secara serius oleh Kerajaan Aceh Darussalam. Setelah menerima laporan secara terperinci dari Balai Siasat Kerajaan (Kepala Intelijen Negara), Sultan Alaidin Mahmud Syah langsung menggelar rapat akbar bersama seluruh pejabat istana dan pemuka negeri Aceh. Sultan juga turut mengambil sumpah setia seluruh penduduk negeri menghadapi agresi Belanda tersebut.
Merujuk catatan Ali Hasjmy dalam bukunya Peranan Islam Dalam Perang Aceh dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia, menuliskan secara panjang lebar persiapan-persiapan yang dilakukan Kerajaan Aceh menghadapi serangan Belanda. Menurut Hasjmy, menghadapi ancaman dari luar negeri tersebut Sultan Aceh turut membentuk sebuah pemerintahan yang baru, yaitu Kabinet Perang. Inti pemerintahan baru ini terdiri dari tiga orang, sementara posisi sultan tetap sebagai kepala negara.
Merujuk catatan Ali Hasjmy dalam bukunya Peranan Islam Dalam Perang Aceh dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia, menuliskan secara panjang lebar persiapan-persiapan yang dilakukan Kerajaan Aceh menghadapi serangan Belanda. Menurut Hasjmy, menghadapi ancaman dari luar negeri tersebut Sultan Aceh turut membentuk sebuah pemerintahan yang baru, yaitu Kabinet Perang. Inti pemerintahan baru ini terdiri dari tiga orang, sementara posisi sultan tetap sebagai kepala negara.
Thursday, February 27, 2014
Pertempuran Masjid Raya
Masjid Raya Baiturrahman 1890 | Foto: KITLV |
Beberapa Bumi Putera dari Jawa dikerahkan untuk menggali parit-parit perlindungan sepanjang 560 meter, di sekitar Peunayong. Sabtu, 27 Desember 1873, kubu pertahanan tersebut berhasil dibuat sebagai bunker perlindungan. Secepatnya Belanda menurunkan barisan artilerinya untuk membalas tembakan meriam pasukan Kerajaan Aceh. Di sisi selatan bivak Peunayong dan sebelah kanan Krueng Aceh, budak-budak Belanda masih bekerja menumpuk karung goni sebagai kubu pertahanan.
Sumpah Kerajaan Aceh
Ilustrasi | Foto: KITLV |
Pernyataan ini merupakan jawaban Sultan Alaiddin Mahmud Syah terhadap ultimatum Belanda yang bersikukuh menyerang kedaulatan Aceh. Surat pernyataan perang oleh Belanda itu ditulis pada 26 Maret 1873, dan disampaikan kepada Sultan Aceh pada 1 April 1873. Pernyataan perang itu antara lain berbunyi. “Dengan ini, atas dasar wewenang dan kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh Pemerintah Hindia Belanda, ia atas nama Pemerintah, menyatakan perang kepada Sulthan Aceh..”
Thursday, January 16, 2014
Menuntut perdagangan bebas
19 FEBRUARI, kapal perang Pegasus
berlabuh di Teluk Bubun yang terlindung di bagian selatan Teunom membawa
rombongan utusan Inggris William Maxwell. Dia didampingi pedagang Khoo Tiangpoh
dan Said Puteh, tokoh Aceh di perantauan.
Mereka disambut oleh Teuku Yit di
Bubun sebagai utusan raja. Setelah mencapai kata sepakat, Maxwell bersama
Kapten Bickford melayari Sungai Teunom menuju ke hulu pada 9 Maret untuk
bertemu raja.
Kehadiran utusan Inggris ini
disambut meriah oleh penduduk setempat. Teuku Yit kepada Maxwell mengatakan
seharusnya Inggris datang ke Aceh dan dipastikan akan disambut baik oleh
masyarakat dengan mengibarkan bendera Britania. Namun Maxwell tidak merespon
pernyataan Teuku Yit dan langsung mengalihkan pembicaraan mengenai pembebasan
awak kapal yang sudah disandera selama empat bulan.
Saturday, January 11, 2014
Melindungi Raja Teunom
Ilustrasi |
Sementara Teuku Imam telah menyingkir ke Keumala yang menjadi markas perlawanan Aceh pimpinan Chik di Tiro yang telah mengirimkan 300 pasukan bersenjata lengkap untuk membantu pertahanan Teunom. Setelah Belanda melancarkan operasi militer, Teuku Imam mengirim surat kepada Tuanku Hasyim yang mengingatkan jangan menyerahkan awak kapal Nisero kepada musuh. Sebaliknya, rawat sandera ini dengan baik untuk kepentingan perang.
Berbagai cara telah dilakukan Residen van Langen untuk melepaskan para awak kapal. Tetapi penguasa Teunom ini justru semakin galak. Van Langen menggunakan musuh Teuku Imam, yakni Raja Itam dari Meulaboh yang dibekali senjata dari Belanda untuk menaklukan Teunom. Tetapi gagal.
Diplomasi Inggris untuk SS Nisero
Ilustrasi |
PEMBERITAAN peristiwa Kapal
Nisero menjadi berita dunia yang baru diterima di Penang pada 22 November dan
menghiasi halaman utama media di Eropa (Baca: Pembalasan Teunom). Kejadian ini
menimbulkan reaksi di London dan memusingkan pemerintah Belanda di Den Haag.
Pihak Belanda di Aceh melakukan berbagai cara untuk melepaskan para awak kapal,
tetapi Teuku Imam sangat lihai hingga semua cara yang dilakukan gagal. Nama
Teuku Imam dari Teunom mencuat di pentas internasional.
Peristiwa tersebut memicu
tindakan dari Gubernur Strait Settlement Sir Frederick Weld dengan mengirimkan
kapal perang Pegasus di bawah komando Kapten Bickford, 22 November. Pegasus
tiba di Ulee Lheue pada 26 November 1883.
Pembalasan Teunom
The crew of SS Nisero. @malaysiaflyingherald.wordpress.com |
Kondisi ini dimanfaatkan dengan
baik oleh Teuku Imam Muda. Dia menjarah isi kapal uap SS Nisero dan menyandera
awak kapalnya. Sedikitnya, 18 warga Inggris menjadi tahanan, selebihnya
merupakan warga Belanda, Jerman, Italia, Amerika, Norwegia dan China. Teuku
Imam Muda merupakan salah satu tokoh di Teunom yang dikenal memiliki harga diri
tinggi, kemauan keras dan saleh. Dia dihormati oleh penduduk setempat sebagai
pemimpin di daerah tersebut.
Saturday, December 28, 2013
Hancurnya Markas Seulimum
SETELAH Sultan Muhammad Syah mangkat pada Januari 1874, Aceh kehilangan figur kepemimpinan. Sedangkan Tuanku Daud saat itu masih 10 tahun. Perlawanan melawan Belanda hanya dilakukan oleh kelompok pejuang Aceh secara terpisah.
Kondisi ini dimanfaatkan dengan baik oleh Habib Abdurachman al Zahir. Di Aceh Besar, Habib menjadi pemersatu bagi kerajaan-kerajaan kecil untuk perjuangan Aceh.
Konsolidasi langsung dilakukan oleh Habib selama dua tahun lamanya sejak ia tiba di Aceh Besar pada Juli 1876. Beberapa panglima sagoe memberikannya wewenang untuk mengatur strategi melawan Belanda. Di antaranya, Panglima Polem, Teuku Muda Baet, Imuem Lueng Bata, dan Teuku Paya serta dua raja kecil seperti Raja Gigieng dan Teungku Pakeh dari Pidie.
Kondisi ini dimanfaatkan dengan baik oleh Habib Abdurachman al Zahir. Di Aceh Besar, Habib menjadi pemersatu bagi kerajaan-kerajaan kecil untuk perjuangan Aceh.
Konsolidasi langsung dilakukan oleh Habib selama dua tahun lamanya sejak ia tiba di Aceh Besar pada Juli 1876. Beberapa panglima sagoe memberikannya wewenang untuk mengatur strategi melawan Belanda. Di antaranya, Panglima Polem, Teuku Muda Baet, Imuem Lueng Bata, dan Teuku Paya serta dua raja kecil seperti Raja Gigieng dan Teungku Pakeh dari Pidie.
Beaulieu: There are great plenties but...
ORANG Aceh
dikenal angkuh dan enggan menjadi petani kendati alam Aceh begitu subur sehingga
ribuan hektar tanah terbengkalai begitu saja. Setidaknya inilah yang dicatat
oleh Beaulieu, seorang pelayar dari Prancis yang datang ke Aceh seperti yang
ditulis oleh Denys Lombard dalam bukunya Kerajaan Aceh; Zaman Sultan Iskandar
Muda.
“Tanahnya
baik sekali, dapat menghasilkan segala macam padi-padian dan buah-buahan, ada
rerumputan yang bagus sekali, tempat merumput banyak kerbau yang dipakai
mengolah (membajak) tanah, menarik bajak dan muatan,” kata Beaulieu.
Masih dalam
catatan Denys Lombard, Beaulieu mengatakan di Aceh biri-biri (domba) tidak
begitu cocok hidup di alam Aceh namun sangat bagus untuk sapi, kuda serta
unggas. Pelaut-pelaut berjiwa petani yang datang dari Benua Eropa kesal melihat
tanah itu tidak digarap. “Yang mereka tanam hanyalah padi… dan hanya sedikit
sayuran…”
Friday, December 27, 2013
Homen Cavaleiro Aceh
”Mada ada ngantarai daripada dua raja itu suatu sungai, setengah kepada raja Makota Alam, setengah kepada raja Dar ul-Kamal.” Begitulah Hikayat Aceh menggambarkan awal mulanya pembentukan Kerajaan Aceh.
Kedua penguasa pemukiman--Meukuta Alam dan Darul Kamal--tersebut mengawinkan anak mereka sebagai tonggak dasar penggabungan wilayah. Hal ini berbuah pada perluasan kedua wilayah yang kemudian dipimpin oleh seorang raja dari Makota Alam. Dua wilayah yang bergabung ini, kemudian dinamakan dengan Aceh Darussalam.
Meskipun begitu, kedua penduduk pemukiman ini masih belum dipastikan asal daerah mereka sebenarnya. Karena, berdasarkan kesaksian Snouch Hougronje, ia pernah mendengar seorang ulama kharismatik Aceh, Teungku Kutakarang yang menyebutkan Aceh lahir dari percampuran orang Arab, Parsi dan Turki. Namun, di Pasai selaku daerah bagian Aceh didapati pada mulanya dihuni oleh orang Bengali yang jumlahnya mayoritas.
Kedua penguasa pemukiman--Meukuta Alam dan Darul Kamal--tersebut mengawinkan anak mereka sebagai tonggak dasar penggabungan wilayah. Hal ini berbuah pada perluasan kedua wilayah yang kemudian dipimpin oleh seorang raja dari Makota Alam. Dua wilayah yang bergabung ini, kemudian dinamakan dengan Aceh Darussalam.
Meskipun begitu, kedua penduduk pemukiman ini masih belum dipastikan asal daerah mereka sebenarnya. Karena, berdasarkan kesaksian Snouch Hougronje, ia pernah mendengar seorang ulama kharismatik Aceh, Teungku Kutakarang yang menyebutkan Aceh lahir dari percampuran orang Arab, Parsi dan Turki. Namun, di Pasai selaku daerah bagian Aceh didapati pada mulanya dihuni oleh orang Bengali yang jumlahnya mayoritas.
Pasai dalam kenangan Ma Huan
MA Huan seorang Muslim dan ahli bahasa-bahasa asing telah membuat catatan yang rapi tentang kesan-kesan perjalanannya ke Pasai saat menyertai lawatan Cheng Ho ke Aceh. Tulisan tersebut berjudul: Ying Yai Sheng-Lan dan telah diterbitkan pada 1416 M.
Tulisan ini menyebutkan kesan-kesan perjalanan Ma Huan ke 19 negeri dari 1405 hingga 1407. Berikut kesan Ma Huan saat lawatannya ke Pasai:
"Negeri ini terletak di perlintasan yang lebar dari perdagangan menuju ka Barat. Jika kapal bertolak dari Malaka mengambil arah ke barat dan berlayar dengan angin timur yang sedap, sesudah lima hari lima malam akan tiba di suatu kampung, di tepi pantai. Namanya Ta-luman. Berlabuh di sini dan pergi lagi ke tenggara kira-kira tiga mil maka sampailah ke tempat tersebut.
Tulisan ini menyebutkan kesan-kesan perjalanan Ma Huan ke 19 negeri dari 1405 hingga 1407. Berikut kesan Ma Huan saat lawatannya ke Pasai:
"Negeri ini terletak di perlintasan yang lebar dari perdagangan menuju ka Barat. Jika kapal bertolak dari Malaka mengambil arah ke barat dan berlayar dengan angin timur yang sedap, sesudah lima hari lima malam akan tiba di suatu kampung, di tepi pantai. Namanya Ta-luman. Berlabuh di sini dan pergi lagi ke tenggara kira-kira tiga mil maka sampailah ke tempat tersebut.
Friday, December 13, 2013
Sejarah Bandar Khalifah
Pusat pemerintahan Aceh Timur di Idi. @Heri Juanda/The Atjeh Times |
BEBERAPA kendaraan roda empat dan sepeda motor lalu lalang di Jalan Banda Aceh Medan, tepatnya di pusat Kota Peureulak, Sabtu dua pekan lalu. Hari itu, matahari masih tepat berada di atas kepala. The Atjeh Times menyusuri jalan kota Bandar Khalifah tersebut dan menemukan setidaknya ada dua warung kopi yang menyediakan fasilitas wifi.
“Beginilah Peureulak, tidak kolot dan sudah ada (warung kopi) wifi seperti di Banda Aceh,” ujar Faisal Zakaria, salah satu pemuda Aceh Timur kepada The Atjeh Times.
Menurutnya, kondisi Peureulak sebagai salah satu kota di Aceh Timur kian bangkit meski pun perlahan. Kota tersebut tidak kalah dalam segi pembangunan dibandingkan Idi yang menjadi pusat pemerintahan Aceh Timur saat ini.
Peureulak merupakan salah satu kota tua di Aceh. Kawasan ini terkenal dengan sejarahnya yang gemilang di Dunia Islam Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Kota ini dikenal dengan sebutan Bandar Khalifah di era kejayaannya dengan pusat pemerintahan berada di Gampong Paya Meuligoe.
Friday, December 6, 2013
Perang Belanda di Aceh
Film Cut Nyak Dhien yang diperankan oleh Christine Hakim |
Pada 13 Oktober 1880, setelah berhasil merebut Istana (Dalam-Kraton), Belanda menyatakan perang frontal yang terjadi di Aceh berakhir. Padahal masih banyak pejuang Aceh yang bergerilya saat itu.
Konflik antar negara ini mulanya dipicu oleh sikap Belanda saat menduduki Siak akibat perjanjian yang ditandatangani pada 1858. Isi perjanjian ini yaitu Sultan Ismail menyerahkan Deli, Langkat, Asahan dan Serdang kepada Belanda. Padahal daerah-daerah ini sudah berada di bawah kekuasaan Aceh sejak kepemimpinan Sultan Iskandar Muda.
Cheng Ho; Perekat Aceh-Tionghoa
Peta perjalanan Cheng Ho |
Ketika pasukan Ming menaklukkan Yunnan, Cheng Ho ditangkap dan kemudian dijadikan orang kasim. Ia adalah seorang bersuku Hui, suku bangsa yang secara fisik mirip dengan suku Han, namun beragama Islam.
Dalam Ming Shi (Sejarah Dinasti Ming) tak terdapat banyak keterangan yang menyinggung tentang asal-usul Cheng Ho. Cuma disebutkan bahwa dia berasal dari Provinsi Yunnan, dikenal sebagai kasim (abdi) San Bao.
Catatan Penting Sejarah Aceh
Pembantaian warga Gayo oleh Marsose Belanda. @troppen |
Beda dengan kini, Aceh hanya menjadi bagian dari sebuah wilayah yang disebut provinsi. Aceh kini adalah Aceh yang takluk pada pemerintahan sentralistik, meski dulu ia sebagai daerah yang berdaulat dengan sendirinya.
Mencermati hasil penelitian Denys Lombard, membuka kembali cakrawala masyarakat pembaca terhadap Aceh masa lalu sembari menikmati Aceh masa kini.
Buku setebal 408 halaman itu merupakan disertasi ilmiah Lombard terhadap sejarah Aceh sepanjang zaman Sultan Iskandar Muda. Asumsi awal bahwa Aceh masa Iskandar Muda adalah sebuah kuasa berdaulat dan makmur menjadikan Lombard tertarik mengadakan penelitian tentang Aceh.
Subscribe to:
Posts (Atom)