STATUS Aceh sebagai salah satu daerah di Indonesia sempat terkatung-katung sesaat setelah Belanda melancarkan agresi kedua. Penetapan status daerah sebagai keresidenan dan provinsi pun sempat berubah-ubah seiring bergantinya sistem pemerintahan di tingkat pusat.
Pemerintah Indonesia yang berusia muda nyaris tak mampu bertahan dengan agresi Belanda yang membonceng sekutu setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II. Pusat pemerintahan Indonesia direbut. Presiden Indonesia Soekarno, dan Wakil Presiden Mohammad Hatta yang berkantor di Yogyakarta bahkan ditangkap. Bersama mereka ikut dibui Sutan Syahrir, seorang tokoh yang kelak merintis Partai Sosialis Indonesia.
Kekacauan demi kekacauan terjadi saat itu. Daerah-daerah yang sudah mendeklarasikan diri ikut serta dalam barisan Indonesia pun jadi kasak kusuk. Sejak itu, Indonesia kehilangan pusat pemerintahan dan pemimpin.
Menyikapi kondisi tersebut, sejumlah tokoh pimpinan republik yang berada di Sumatera Barat berembuk. Syafruddin Prawiranegara adalah salah satu tokoh itu. Dia bersama Kolonel Hidayat yang menjabat sebagai Panglima Tentara dan Teritorium Sumatra mengunjungi Gubernur Sumatra/Ketua Komisaris Peerintah Pusat, Teuku Muhammad Hasan pada 19 Desember 1948.