Saturday, January 5, 2019

Belasan Air Terjun Indah Ini Ada di Aceh

AIR terjun memiliki pesona tersendiri yang mampu memikat para wisatawan baik domestik hingga mancanegara. Lokasinya yang berada di pedalaman dengan suguhan keindahan panorama alam menjadi nilai tambah destinasi wisata ini.

Selain itu, air terjun yang menjadi bagian dari hilir dan hulu sebuah sungai juga menjanjikan kesegaran dan kesejukan bagi wisatawan. Jadi tak mengherankan jika keberadaan air terjun di sebuah lokasi seakan menjadi magnet bagi para manusia.

Di Aceh, terdapat sejumlah air terjun yang kebanyakan masih "perawan". Beberapa air terjun ini bahkan ada yang baru ditemukan dengan kondisi jalan menuju lokasi masih terbilang menantang. Seperti halnya beberapa air terjun berikut ini:

Krakatoa: The Last Days, Kisah Tentang Letusan Gunung Krakatau 1883

BENCANA alam smong (tsunami) yang merenggut ratusan nyawa di Lampung dan Banten menyentak dunia. Apalagi, ie beuna (tsunami) yang datang tanpa diawali lindu tersebut justru dipicu oleh erupsi Gunung Anak Krakatau, yang berada di Selat Sunda.

Padahal, pada 1883 lalu, bencana serupa pernah terjadi. Saat itu, Gunung Krakatau yang memiliki tiga kawah tersebut meletus. Dampak yang ditimbulkan disebut-sebut lebih besar dan turut mempengaruhi iklim global.

Erupsi Gunung Krakatau pada 1883 juga berdampak tsunami. Tidak sedikit yang menjadi korban. Ratusan desa juga dilaporkan hilang terdampak bencana. Saat itu, Indonesia masih dijajah Hindia Belanda. Dan kejadian meletusnya Gunung Krakatau ini tercatat dengan baik dalam literatur Belanda dan dunia.

Surga Tersembunyi Lut Kucak dan Ide Ngopi di 'Atas Awan'

MASYARAKAT setempat menyebutnya dengan Lut Kucak. Letaknya berada di ketinggian 1.900-2.000 meter di atas ketinggian laut. Lut Kucak merupakan sebuah danau yang dikelilingi hutan lindung dengan wilayah administratif berada di Kecamatan Bukit, Bener Meriah, Aceh.

Lut Kucak, yang dalam bahasa Gayo berarti Laut Kecil, merupakan potensi wisata menjanjikan untuk Bener Meriah. Namun, sayangnya potensi wisata ini belum mendapat perhatian serius dari pemerintah setempat dalam beberapa tahun terakhir. Alhasil, Lut Kucak yang menawan kini menjadi tandus. Banyak warga menebang pepohonan menuju akses Lut Kucak untuk lahan pertanian. Kini, lereng menuju Lut Kucak tidak seindah dulu. Kita hanya mendapati lahan pertanian warga yang ditanami berbagai jenis sayuran seperti kol, sawi, wortel dan lain-lain.

Lut Kucak dekat dengan Burni Telong, sebuah gunung berapi aktif di Bener Meriah yang menjadi landmark dataran tinggi Gayo. Lut Kucak ini juga berada di punggung Pondok Sayur, salah satu desa yang adalah tempat tinggal Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Bener Meriah, Tengku Sarkawi.

Menjaga Asa Penggagas IFA di Teluk Balohan

Freediving Sabang Competition 2018 | Dok IFA
SALAH satu titik yang berada di teluk Balohan Sabang menjadi destinasi baru untuk freediving internasional. Lokasi ini disebut-sebut memiliki kedalaman 140 meter, yang membuat para freediver mancanegara tertarik melirik Balohan. Selain memiliki kedalaman yang cocok untuk lokasi freediving, Balohan juga dikenal sebagai perairan yang teduh, terlindungi dan aman bagi para penyelam.

Galih Jatnika, salah satu freediver Indonesia mengakui "kehebatan" teluk Balohan yang dinilai memiliki kelebihan tersendiri untuk lokasi freediving. "Airnya hangat, nggak ada arus dan sangat bisa (untuk pemula), yang jelas nggak ada arus, permukaannya tenang dan aman untuk sekolah freediving," kata Galih saat ditemui di lokasi perhelatan Sabang International Freediving Competition (SIFC) 2018, Balohan, Kamis (08/11/2018) kemarin.

Banyak pihak yang merekomendasikan teluk Balohan dijadikan sebagai lokasi permanen untuk freediving. Alih-alih sekadar kegiatan tentatif pada bulan-bulan tertentu, Indonesia Freediving Association (IFA) bahkan sedang giat-giatnya memperjuangkan teluk Balohan sebagai tempat belajar sekaligus menjadi lokasi untuk mengambil sertifikasi bagi para freedivers di Indonesia, khususnya kawasan Sumatera. Hal ini setidaknya disampaikan Stanley Sradaputta selaku penggagas IFA, yang digadang-gadang bakal menjadi induk organisasi freediving Indonesia.

Surga Kuntul di Lambada Lhok

Ilustrasi kuntul | Foto: Irfan M Nur
TIGA ekor kuntul merenggangkan sayapnya. Membelah langit dengan tatapan tajam ke depan. Namun, lehernya tidak lurus tegak seperti burung-burung lainnya melainkan membentuk huruf S seperti dalam abjad latin yang kita kenal selama ini. Bulu ekor kuntul yang sangat-sangat pendek, berwarna putih kemudian ditekuk ke bawah. Selaras dengan dua sayapnya yang membentang lebar yang sedikit ditekuk ke depan untuk menghalau angin.

Tubuh kuntul yang semula tajam menukik tiba-tiba berhenti di satu titik di udara, kemudian melakukan manuver berputar-putar di atas rimbunan pohon bakau. Ketiga ekor kuntul itu kemudian bertengger di salah satu pucuk bakau yang disambut kawanan burung berparuh runcing, berkaki dan berleher panjang lainnya.

Friday, August 31, 2018

Mencari Jejak Jepang di Bukit Anoi Itam

ADA tiga struktur yang saya lihat di kawasan itu. Struktur ini lebih mirip lubang dibandingkan kamar. Setiap lubang memiliki satu pintu untuk masuk dan keluar. Selebihnya adalah ruang kosong berukuran 1,5x1,5 meter.

Struktur-struktur ini juga dilengkapi dengan satu lubang bentuk persegi panjang. Dari balik lubang, kita dapat melihat hamparan laut di sekitar Anoi Itam. Ya, Anoi Itam wilayah timur Pulau Weh, Aceh. Benteng ini berada tepat di jalan Ujong Kareung.

Struktur-struktur ini belakangan disebut Benteng Anoi Itam. Padahal, di masa pembuatannya, struktur-struktur ini merupakan gudang senjata tentara Jepang. Selain itu, struktur ini juga dimanfaatkan sebagai pos militer pemantau jalur Selat Malaka di masa perang Pasifik.

Informasi yang saya telusuri dari situs resmi dinas kebudayaan menyebutkan benteng ini dibangun antara tahun 1942-1945.

Mapesa Temukan Tembok Diduga Bekas Istana Kerajaan Aceh Darussalam

MASYARAKAT Peduli Sejarah Aceh (Mapesa) menemukan jejak reruntuhan yang diduga bekas tembok istana Darud Donya di kawasan Krueng Daroy, Banda Aceh.

Jejak tersebut berupa batu persegi sepanjang kurang lebih 60-80 centimeter yang bersusun sepanjang aliran sungai tersebut.

"Sejauh ini baru dugaan," ungkap Ketua Mapesa, Mizuar Mahdi, Minggu (12/8/2018).

Dia mengatakan dugaan susunan batu tersebut sebagai bekas tembok istana Darud Donya, diperkuat dengan gambar dan peta yang pernah dibuat Belanda di abad-19.

"Material yang terlihat tampaknya benar. Ini adalah bagian-bagian dari bekas struktur Dalam (istana) Sultan," kata Mizuar lagi, tanpa menyebutkan seberapa panjang tembok tersebut.

Sunday, November 19, 2017

Para Cuak dalam Agresi Militer Belanda di Aceh

Ilustrasi Perang Aceh
SULTAN DELI saat itu telah berganti. Kebijakan politik pun berubah dari menolak pengaruh asing dengan mengakui Belanda. Adalah Sultan Mahmud yang "berjasa besar" memberikan Belanda kekuasaan di Deli saat itu. 

Sultan Mahmud yang menggantikan Sultan Usman bersedia menandatangani perjanjian politik dengan Belanda pada 22 Agustus 1862. Dengan demikian, maka Belanda pun mendapat kesempatan menggunakan wilayah ini menjadi batu loncatan. Hal ini pula yang membuat kekuatan pertahanan Aceh terus terdesak.

Saturday, November 18, 2017

Dua Strategi Belanda Untuk Menghancurkan Aceh

BELANDA benar-benar kehilangan muka saat agresi pertama mereka terhadap Kesultanan Aceh Darussalam menemui kegagalan. Apalagi Belanda kehilangan seorang Jenderal dalam perang tersebut. Berbagai lobi internasional dilakukan Belanda untuk menaklukkan Aceh. Namun, upaya tersebut menemui kegagalan.

Sunday, April 9, 2017

Catatan Perjalanan Sjamsul Kahar Kala Mencari Mante

Saya mengagumi tulisan yang didaur ulang Serambi Indonesia terkait suku Mante. Ditulis Sjamsul Kahar sekitar 40 tahun lalu dengan judul "Mencari Jejak Mante di Pedalaman Aceh." Kini, tulisan itu berubah wujud menjadi: "Ekspedisi ke Masa Lampau." Diterbitkan Minggu, 9 April 2017.
Saya menganggap tulisan ini dapat menjadi referensi untuk catatan sejarah Aceh, karenanya saya memaksakan diri untuk menulis ulang catatan perjalanan Sjamsul Kahar dalam blog ini.

Saturday, August 20, 2016

Rentetan Kudeta Berdarah di Kerajaan Aceh Darussalam

SEPENINGGAL Sultan Alaidin Riayat Syah, kondisi politik di Kerajaan Aceh Darussalam berjalan tidak stabil. Sengketa kekuasaan untuk menduduki tahta terjadi, bahkan cenderung berakhir dengan kudeta berdarah.

Sultan pengganti Alaidin juga tidak lama berkuasa. Ada yang menjabat hanya 4 bulan, dan paling lama setahun. Mereka dilengserkan oleh pihak-pihak yang mengklaim sebagai penguasa sah--yang adalah juga berasal dari keluarga dekat.

Thursday, August 18, 2016

Mengenal Para Sultan Kerajaan Aceh Darussalam

JAMAK generasi awal Aceh mengetahui adanya sebuah kerajaan yang pernah berkuasa penuh di Selat Malaka. Kerajaan ini disegani lawan, baik sesama rumpun Melayu hingga bangsa Eropa. Kerajaan itu di kemudian hari disebut-disebut Aceh Darussalam dengan sultan termasyur Iskandar Muda.

Pun begitu, banyak generasi Aceh di era modern yang mulai awam dengan Kerajaan Aceh Darussalam. Padahal kerajaan ini pernah berjaya di abad 16 dan nyaris menguasai seluruh Malaysia dan Sumatera pada waktu itu. Pusat kekuasaan kerajaan ini berada di ujung utara Pulau Sumatera, dan merupakan bahagian paling utara dan paling barat dari kepulauan Nusantara. Di sebelah barat kerajaan ini terbentang Samudera Hindia, sementara di sebelah timur dan utara membujur Selat Malaka.

Monday, March 28, 2016

Alasan Belanda Menyerang Aceh

Pada dasarnya, Aceh adalah sebuah kerajaan yang berdaulat dan masih menguasai Selat Malaka. Kawasan ini merupakan jalur laut strategis untuk perdagangan di Nusantara.

--Boy Nashruddin Agus--

BELANDA telah menguasai nusantara. Namun tidak untuk Aceh. Kerajaan yang terletak di ujung pulau Sumatera ini seakan menjadi duri dalam daging untuk Belanda yang ingin menguasai Selat Malaka dan jazirah Tanah Melayu. Selama Kerajaan Aceh masih berdaulat, maka selama itu pula bayang-bayang campur tangan asing mengancam posisi Belanda di nusantara.

Fakta ini diperjelas dalam keterangan Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia, James Loudon. Dikutip dari catatan Harry Kawilarang dalam bukunya Aceh dari Sultan Iskandar Muda ke Helsinki, menyebutkan, saat itu, Loudon berpesan kepada van de Putte Nieuwenhuijsen pada 25 Februari 1873.

Monumen Maimun Saleh Si Penerbang Dari Aceh

Monumen ini merupakan wujud terima kasih Angkatan Udara Republik Indonesia kepada masyarakat Aceh.

--Boy Nashruddin Agus--

TT-1216 masih terlihat gagah. Badannya masih utuh. Sepasang amunisi, peluru ledak dan detonator juga terlihat nangkring di kiri dan kanan sayapnya. Pesawat tempur Hawk 200 milik TNI Angkatan Udara (AU) tersebut terlihat hebat bercokol di atas beton di Simpang Aneuk Galong, Kecamatan Sukamakmur, Sibreh, Aceh Besar. Saban harinya, Hawk 200 ini diam seribu bahasa menyaksikan moda transportasi darat hilir mudik di jalan Banda Aceh-Medan.

Saturday, December 5, 2015

Crimea, Saat Aceh Membantu Turki Melawan Russia

PENEMBAKAN jet tempur Rusia yang diklaim terbang di atas wilayah udara Turki di perbatasan Suriah memicu ketegangan diantara kedua belah pihak. Turki yang merupakan anggota NATO mengaku mereka telah melakukan hal tersebut untuk melindungi kedaulatan negaranya. Sementara Russia mengklaim, pesawat tempur mereka tidak melewati perbatasan Turki dan masih berada di Suriah.

Jika menilik catatan sejarah, konflik antara Turki dengan Russia bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, pada tahun 1853, pernah terjadi perang besar antara Turki Usmani dengan beberapa negara melawan Rusia. Perang itu dikenal dengan perang Crimea. Perang panjang ini menelan korban ratusan ribu tentara dari kedua belah pihak.

Thursday, August 27, 2015

Mereka Merintis Angkatan Perang Indonesia di Aceh

“Saya menamakan barisan kami ini API, kependekan dari Angkatan Pemuda Indonesia, tetapi yang secara akronimnya juga bisa berarti Angkatan Perang Indonesia. Saya ingat, waktu itu sudah pukul 04.00 dinihari. Teuku Hamid Azwar dan saya bekerja keras, tidak kenal lelah. Secara mendetail, ia membuat analisa mengenai kemampuan personil yang ada. Hasil analisa kami malam itu menghasilkan formasi sementara. Said Ali punya pengetahuan cukup banyak mengenai senjata, ia dicalonkan untuk memegang bidang persenjataan.”

Demikian salah satu penggalan kalimat Sjamaun Gaharu dalam buku “Sjamaun Gaharu; Cuplikan Perjuangan di Daerah Modal” yang ditulis oleh Ramadhan KH. Sjamaun merupakan salah satu tokoh Aceh yang terlibat langsung dalam perang memperebutkan kemerdekaan Indonesia. Dia juga kemudian menjadi salah satu pejabat militer berpengaruh di Aceh.

Sjamaun Gaharu yang awalnya adalah seorang guru di Taman Siswa kemudian berperan aktif dalam mewujudkan Angkatan Perang Indonesia. Hal ini dicatat dengan baik oleh Ramadhan KH dalam autobiografi Sjamaun Gaharu yang diterbitkan pada 1995 lalu.

Kenapa Ada Lambaro yang Disebut Kaphee?

GAMPONG ini menjadi sentral perdagangan Kabupaten Aceh Besar. Lokasinya strategis dan dilintasi jalur Banda Aceh-Medan. Namanya Lambaro Kaphee (kafir). Letaknya hanya berjarak delapan kilometer dari Banda Aceh.

Lambaro Kaphee menjadi sentra perdagangan dan dinilai sebagai ibukota kedua Aceh Besar. Saban harinya, sayur dan buah dari berbagai penjuru Aceh transit di Lambaro Kaphee. Daerah ini tunduk di wilayah administratif Ingin Jaya. Banyak jalur alternatif yang bisa ditempuh menuju daerah ini. Misalnya dari Medan-Banda Aceh atau sebaliknya, dari Bandara SIM Blang Bintang, dan Lampeuneurut menuju pesisir barat Aceh.

Kondisi Lambaro Kaphee yang strategis inilah membuat daerah tersebut diperebutkan semenjak masa kesultanan Aceh. Salah satunya ketika perang Belanda di Aceh pada abad 19.

Monday, August 10, 2015

Saat Sultan Aceh Hendak Menyerang Belanda di Tanah Jawa

KEKUATAN Belanda yang meluas setelah berhasil menaklukkan kerajaan-kerajaan di Jawa dan sebagian Sumatera membuat Sultan Manshur Syah dari Kerajaan Aceh Darussalam geram. Sultan yang dalam beberapa referensi sejarah disebutkan berkuasa pada 1850-an ini kemudian mengirimkan surat kepada Kekhalifahan Turki Utsmany.

Dalam surat tersebut, Sultan Manshur Syah meminta izin Kekhalifahan Turky di bawah kepemimpinan Sultan Abdul Majid Khan ibnul Marhum Sultan Mahmud Khan untuk menyerang Belanda yang sudah menguasai Batavia (Jakarta).

….Ampun Tuanku sembah ampun, ampun beribu kali ampun, patik anak amas Tuanku, Sultan Manshur Syah ibnul Marhum Sultan Jauharul ‘Alam Syah memohon ampun ke bawah qadam Duli Hadarat yang maha mulia, yaitu Sultan Abdul Majid Khan ibnul Marhum Sultan Mahmud Khan. Syahdan, patik beri maklumlah ke bawah qadam Duli Hadarat, adapun karena patik sekarang ini sangatlah masygul (?) dan serta kesukaran karena sebab Negeri Jawa dan Negeri Bugis dan Negeri Bali dan Negeri Borneo dan Negeri Palembang dan Negeri Minangkabau sudahlah dihukumkan oleh orang Belanda, dan sangatlah susah segala orang yang Muslim, lagi sangatlah kekurangan daripada agama Islam karena sebab keras orang kafir Belanda itu.

Menakar Struktur Bangunan Kuta Di Anjong; Benteng Atau Kuta?

TULISAN ini merupakan tinjauan awal tentang struktur Kuta Di Anjong sebagai hasil observasi yang dilakukan pada Minggu 3 Mei 2015 yang lalu. Rekonstruksi bentuk dan fungsi struktur bangunannya akan dibandingkan dengan pembahasan sekilas perbentengan masa Kesultanan Aceh di kawasan yang sama, Ladong-Krueng Raya.

Langkah ini ditempuh dengan pertimbangan bahwa struktur diperkirakan berasal dari periode yang sama berdasarkan gaya bangunan dan teknologi. Sebagai tinjauan awal diharapkan ada tindak lanjut penelitian arkeologi lebih sistematis untuk mendapatkan bahan-bahan baru yang dapat menjelaskan bentuk dan fungsinya.

Penamaan struktur sebagai Kuta Di Anjong berasal dari penyebutan yang dikenal masyarakat setempat. Saat tulisan ini disusun, belum ditemukan sumber-sumber historis yang dapat dihubungkan dan dapat menjelaskan keberadaannya struktur yang disebut ‘kuta’ tersebut.

Friday, March 20, 2015

Pakaian Orang Aceh Tempo Dulu


SAAT membaca sejarah Aceh abad 16 hingga abad 18 bagaimana bayangan Anda tentang pakaian yang dikenakan penduduknya saat itu? Beberapa orang justru secara spontan akan menjawab pakaian tradisional Aceh adalah kupiah meukutob, kain songket, baju dan celana berwarna hitam yang terbuat dari kain blacu atau jenis kain lainnya. Selain itu, pakaian orang Aceh juga dilengkapi dengan rencong di pinggangnya.

Namun tidak semua orang-orang Aceh berpakaian lengkap dengan baju adat terutama masyarakat kelas bawah yang bukan keluarga istana. Lantas bagaimana pakaian orang Aceh tempo dulu?

Mengenai gaya hidup dan adat kebiasaan orang Aceh ini pernah ditulis oleh Denys Lombard dalam bukunya Kerajaan Aceh Zaman Iskandar Muda. Denys adalah salah satu peneliti sejarah dari Prancis. Dalam tulisan yang diterbitkan pada 1967 ini, Denys Lombard telah mencoba membuat suatu analisa terhadap sejarah Aceh tidak hanya berdasarkan pada orientasi Eropa yang banyak dianut oleh sarjana Barat. Namun Lombard telah mencobanya dengan melihat dari "dalam" yakni orientasi Asia.