Ke enam peristiwa itu dapat dirunut mulai pada 7 September 1881.
Seperti diketahui, Belanda sebelum menyerang Kesultanan Aceh Darussalam telah memberlakukan blokade jalur laut. Alhasil Kesultanan Aceh Darussalam tidak dapat memperbarui senjata dalam menghadapi agresi itu. Namun, pada 7 September 1881, blokade pantai Aceh dibuka oleh Belanda khusus untuk kapal dagang Inggris.
Sejak blokade tersebut dibuka, kekejaman Belanda yang dipimpin oleh van der Heijden dalam perang di Aceh mulai tersiar ke luar negeri. Pers menyindir prilaku tak manusiawi Belanda serta menyebut bahwa di Aceh ada “kayser” yang menggunakan "macht boven recht” dan sebagainya.
Setelah publikasi meluas, Kejaksaan Agung Belanda di Betawi mengutus Direktur Penjara Belanda, Stibbe. Dia ditugaskan untuk menyelidiki tahanan perang yang kemudian laporannya disampaikan kepada parket.