BELANDA begitu gembira ketika Habib Abdurrahman memutuskan menyerah dengan sejumlah syarat. Mereka beranggapan, menyerahnya Habib menjadi pencapaian besar dalam melemahkan perjuangan perlawanan rakyat Aceh. Padahal kondisi di lapangan berbanding terbalik dengan harapan itu.
Hal tersebut dibuktikan dengan semakin gencarnya perlawanan yang dilakukan oleh pasukan Teungku Chik Di Tiro dan Teuku Umar di lapangan. Perlawanan yang benar-benar merepotkan Belanda hingga akhirnya terjadi konflik internal di pemerintahan mereka.
Konflik tersebut sebenarnya sudah dimulai sejak pemerintahan sipil diampu oleh Gubernur A Pruys van der Hoeven. Namun, kebijakan sosok tersebut kerap berbenturan dengan Gubernur Jenderal F Jacob yang sudah ditempatkan di Jakarta sejak April 1881.